PERILAKU COMPLUSIVE BUYING DENGAN FAKTOR IMPULSE BUYING,
KECEMASAN
KONSUMEN DAN ESKAPISME PADA PEMBELIAN MASKER SENSI DI TOKO
ONLINE SHOPEE
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini negara-negara di berbagai belahan dunia mengalami
keterpurukan akibat terpapar Virus corona atau Covid-19yang mengakibatkan berbagai sektor perekonomian didunia
menjadi lumpuh.Penyakit koronavirus 2019 (coronavirus disease 2019, disingkat COVID-19 adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh SARS-CoV-2, salah satu jenis koronavirus. Penyakit ini menjadi
pandemi untuk seluruh dunia 2019–2020, penderita COVID-19 dapat mengalami demam, batuk kering, dan kesulitan
bernapas.Pada penderita yang paling rentan, penyakit ini dapat berujung pada
pneumonia dan kegagalan multiorgan hingga berujung pada kematian.Infeksi menyebar dari
satu orang ke orang lain melalui percikan (droplet)
dari saluran pernapasan yang sering dihasilkan saat batuk atau bersin.
Indonesia merupakan negara dengan korban meninggal terbanyak di Asia Tenggara. Kasus positif korona atau Covid-19 di IndonesiaHingga saat ini kasus korona atau Covid-19 di Indonesia terus bertambah dan mengalami peningkatan setiap harinya. Hal tesebut dapat dilihat pada data yang dipaparkan olehStatistik Perkembangan COVID-19 Indonesia dengan grafik disebagai berikut:
Corona atau Covid-19 semakin meningkat setiap harinya yang menimbulkan kecemasan bagi masyarakat Indonesia.Semakin meningkatnya jumlah kasus yang terus bertambah menyebabkan kekhawatiran pada masyarakat akan wabah ini. Hal ini pun diperparah dengan pengumuman lockdown oleh pemerintah yang menjadikan kepanikan masyarakat akan terganggunya kebutuhan hidup dan tingkat terjangkitnya pasien wabah ini.Dampak sosial ekonomi dari penyebaran virus ini menyebabkan masyarakat banyak membeli masker dan handsanitizer secara berlebihan yang mengakibatkan harga masker medis di Indonesia melonjak lebih dari enam kali lipat, dengan harga eceran yang awalnya sekitar Rp30.000 menjadi Rp185.000 (beberapa sumber menyatakan lebih dari Rp800.000) per kotak. Masker dan penyanitasi tangan sulit didapatkan masyarakat dalam beberapa jam setelah pemerintah mengumumkan adanya kasus COVID-19 di Indonesia. Ketersediaan produk pencuci tangan dan masker menjadi barang langka di tengah ancaman pandemi Covid-19. Sekalipun ada, ketersediaannya terbatas dan harganya melambung tinggi dibandingkan dengan sebelumnya.Masyarakat dihimbau untuk mencuci tangan dan menjaga kebersihan diri menjadi salah satu usaha untuk meminimalkan risiko terpapar Covid-19. Seiring dengan itu, ketersediaan sabun pencuci tangan, hand sanitizer, dan masker menjadi barang yang sulit ditemukan di apotek, toko obat, pusat perbelanjaan atau minimarket. Hal ini diakibatkan meningkatnya pembelian masyarakat untuk barang-barang tersebut yang menjadi alasan kelangkaan. Namun, ketersediaannya masih dapat ditemukan tetapi harganya jauh lebih tinggi daripada di toko ritel atau sebelum kabar tersebarnya wabah Covid-19. Misalnya, di salah satu laman komoditas ritel, harga hand sanitizer botol 60 mililiter berkisar Rp 11.000-Rp 17.000 per botol sebelum isu virus Covid-19 ini ada. Kemudian, pada 22 Maret 2020 pada toko-toko daring (e-commerce) bertepatan dengan merebaknya wabah korona, untuk produk yang sama harganya berkisar Rp 50.000-Rp 75.000 per botol.Hal ini didukung oleh berita yang dilansir dalam CNBC Indonesia mengungkapkan bahwa kendala yang dialami saat ini adalah bahan baku masker yang habis, sehingga alternatif agar masker tetap tersedia adalah dengan melakukan impor bahan baku masker dari eropa, Hal tersebut menyebabkan meningkatnya harga masker di Indonesia. Berdasarkan pernyataan tersebut memicu direktur Kimia Farma, Verdi Budidarmo untuk menegaskan pembatasan pembelian masker hanya sebanyak 2 pcs per hari.
Masker medis adalah masker yang
dimaksudkan untuk dipakai oleh para tenaga kesehatan selama tindakan pembedahan
dan selama perawatan untuk menahan bakteri yang terkandung dalam percikan
cairan (droplet) dan aerosol dari hidung dan mulut penggunanya. Masker ini
tidak dirancang untuk melindungi pemakainya dari menghirup bakteri atau
partikel virus di udara dan kurang efektif dibandingkan respirator, seperti
masker N95 atau FFP, yang memberikan perlindungan yang lebih baik karena bahan,
bentuk, dan pencengkeramannya yang rapat. Masker bedah banyak dipakai oleh
masyarakat umum sepanjang tahun di negara-negara Asia Timur seperti Tiongkok,
Jepang, dan Korea Selatan untuk mengurangi kemungkinan penyebaran penyakit di
udara dan untuk mencegah menghirup partikel debu yang dihasilkan oleh polusi
udara. Salah satu merek masker yang paling banyak di jumpai di masyarakat
adalah adalah masker sensi. Berbagai merk masker di pasar tanah air beredar
mengisi etalase-etalase penjual alat kesehatan sejak lama. Beberapa masker
merupakan produksi dalam negeri, beberapa merupakan lisensi luar negeri
meskipun di produksi di dalam negeri, dan beberapa lagi merk asing. Masker
produksi dalam negeri bermerk ‘Sensi’ ini menyediakan perlindungan sekali pakai
dalam melawan partikel yang dihirup. Masker tersebut memiliki desain tiga lapis
yang melindungi terhadap kelembaban dari luar dan melindungi 95% debu, serbuk
sari, bakteri, virus, dan partikel di udara lainnya. Harga jual satu boks
masker merek Sensi tembus ke angka Rp200 ribu dari harga normal Rp24 ribu,
sementara masker N95 mencapai Rp1,5 juta per boks N95 dari semula Rp400 ribu
per boks.
Konsep online shopping menyediakan banyak kemudahan dan kelebihan jika dibandingkan dengan konsep belanja yang konvensional. Selain proses transaksi bisa menjadi lebih cepat, konsep toko online atau e- commerce dapat memangkas banyak biaya operasional karena penjual tidak diharuskan punya toko fisik (Saputra, Sari dan Husein, 2017). Sistem Informasi dalam sebuah e-commerce adalah kombinasi antara prosedur kerja, informasi, orang dan teknologi informasi yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan dalam sebuah organisasi. Perkembangan e-commerce atau toko online tersebut sangat menarik untuk dibahas karena seiring dengan berjalannya waktu, industri telekomunikasi akan semakin berkembang pesat baik dari segi jangkauan layanan maupun kecepatan koneksi internet. (Galindo et al., 2009). Potensi besar industri e-commerce dipengaruhi oleh gaya belanja online, terutama oleh generasi millenial. Di era ini millenial sangat suka mencari perbandingan harga, fitur, program promo, kualitas produk dan metode pembayaran digital payment di beberapa e-commerce sebelum memutuskan membeli sebuah barang. Berdasarkan iprice.co.id, menujukkan bahwa Shopee merupakan e-commerce paling populer dan paling sering digunakan oleh konsumen di Indonesia. Shopee adalah platform perdagangan elektronik yang berkantor pusat di Singapura di bawah SEA Group (sebelumnya dikenal sebagai Garena), yang didirikan pada 2009 oleh Forrest Li. Shopee pertama kali diluncurkan di Singapura pada tahun 2015, dan sejak itu memperluas jangkauannya ke Indonesia pada tahun 2016. Shopee Indonesia merupakan salah satu mobile marketplace terbesar ecommmerce di Indonesia. Shopee merupakan sebuah platform yang dirancang khusus untuk memberikan pengalaman berbelanja online yang mudah, aman dan cepat dengan sistem pembayaran dan dukungan logistik yang kuat. Dengan adanya shopee mempermudah masyarakat untuk membeli produk ditengah kondisi saat ini yang tidak memungkinkan untuk keluar rumah dikarenakan adanya wabah covid 19 yang sedang marak di tanah air ditambah lagi dengan adanya peraturan pemerintah yang memperlakukan lockdown dan PSBB tak terkecuali untuk daerah Bandar Lampung. Hal ini menyebabkan perilaku panic buying yang membuat masyarakat berbondong-bondong membeli produk kesehatan seperti masker dan hand sanitizer di apotik bahkan secara online. Peningkatan transaksi terbesar adalah kebutuhan primer, dalam hal ini makanan dan minuman yang meningkat 59%, perlengkapan sekolah meningkat 34%, dan personal care dalam hal ini hand sanitizer dan masker meningkat 29%, peningkatan jumlah transaksi lewat e-commerce ini juga tak lepas dari kebijakan pemerintah dalam mendorong akseptasi digital kepada masyarakatnya. Selain itu, peningkatan transaksi pembelian lewat e-commerce juga terjadi akibat di berlakukannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) oleh pemerintah akibat penyebaran Covid-19 yang mulai masif. Menurut data yang dihimpun Telunjuk.com (salah satu e-commerce hub di Indonesia), total transaksi penjualan masker gabungan dari tiga e-commerce yaitu Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak sejak 2 Maret sampai 11 Maret sebesar Rp 652.964.118. Berdasarkan hal tersebut, dengan adanya rasa kecemasan masyarakat yang tinggi akan jumlah peningkatan kasus korona atau Covid-19 yang signifikan. Sebelumnya peneliti telah melakukan sebuah pra-survey untuk melihat seberapa besar tingkat ke-khawatiran dan kecemasan masyarakat pada jumlah peningkatan kasus terkait penyebaran korona atau Covid-19. Survey ini dilakukan terhadap 100 orang yang merupakan masyarakat yang ada di Bandar lampung dengan hasil sebagai berikut:
Berdasarkan hasil dari pra-survei yang telah dilakukan peneliti terhadap 100 orang yang merupakan masyarakat yang berada di Bandar lampung, ditemukan fakta bahwa masyarakat yang khawatir dan cemas akan penyebaran kasus korona atau Covid-19 sebanyak 93 orang (97%), sedangkan masyarakat yang tidak khawatir dan cemas sebanyak 3 orang (3%). Berdasarkan hal tersebut membuktikan bahwa dengan meningkatnya kasus penyebaran virus korona atau Covid-19 menimbulkan kekhawatiran dan kecemasan di masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan terhadap pembelian pada masker sensI di shopee sebagai langkah antisipasi masyarakat untuk mencegah penyebaran virus ini. Kecemasan konsumen diartikan sebagai rasa takut atau khawatir pada situasi tertentu yang dialami konsumen dalam kegiatan sehari-harinya, salah satunya kegiatan belanja. Konsumen yang sering mengalami kecemasan cenderung mengambil keputusan secara terburu-buru yang dapat menyebabkan resiko tinggi dalam pembelian. Kondisi tersebut tentunya dapat menimbulkan pembelian secara berlebihan sehingga menimbulkan perilaku pembelian kompulsif.
Perasaan cemas yang dialami konsumen
dalam kegiatan belanja salah satunya disebabkan oleh pembelian yang tidak terencana
atau Impulse buying. Pembelian impulsif ini muncul karena berbagai faktor
lingkungan toko yang berperan cukup besar yang kemudian menimbulkan dorongan
kuat yang berasal dari dalam diri individu untuk membeli benda yang tidak
direncanakan sebelumnya.
Sifat dalam membeli dipengaruhi oleh
perilaku konsumen yang setiap orangnya berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Ada elemen yang terdapat dalam diri manusia yaitu afeksi (merujuk pada perasaan
konsumen terhadap suatu stimuli atau kejadian) dan kognisi (mengacu pada
pemikiran konsumen dan perasaan). Dari elemen yang terdapat di dalam diri
manusia dapat dipetik sebuah kesimpulan bahwa elemen-elemen tersebut dapat mempengaruhi
perilaku konsumen dalam membeli salah satunya yakni impulse buying. Menurut Solomon
dan Rabolt (2009). Hoyer dan Macinnis
(2010), menjelaskan bahwa pembelian impulsif diartikan sebagai pembelian tak
terduga yang didasarkan pada perasaan yang kuat, pembelian tersebut terjadi
ketika konsumen tiba-tiba memutuskan untuk membeli sesuatu yang tidak mereka
rencanakan sebelumnya Hoyer dan Macinnis (2010) dorongan untuk melakukan pembelian
tidak terencana atau tanpa niat yang didasarkan pada keinginan yang kuat dan
timbul secara spontan untuk membeli suatu benda, dipengaruhi oleh fungsi psikologis
konsumen dan pengaruh eksternal, serta pengambilan keputusan yang relatif
cepat. konsumen hanya menginginkankan untuk segera membeli benda lebih dari
yang telah dimiliki. Kondisi tersebut tentunya dapat menimbulkan beberapa
dampak negatif, diantaranya pola hidup yang boros hingga menimbulkan masalah
finansial yang kemudian dapat menyebabkan kecemasan atau kegelisahan pada saat setelah
membeli, menggunakan, ataupun menghabiskan produk yang telah dibeli tersebut.
Menurut Lejoyeux dalam Darrat dan Amyx (2016)
menunjukkan bahwa kecemasan menjadi salah satu pemicu pembelian kompulsif karena
fenomena ini (pembelian kompulsif) berulang kali terjadi pada
konsumen yang mengalami kecemasan akan suatu peristiwa. Kecemasan konsumen merupakan inti pada
terjadinya pembelian kompulsif dan juga mungkin ada sesuatu yang
lain yang terjadi secara bersamaan sebagai sebab dan akibat dari perilaku
tersebut. Rajagopal dalam Budiani (2014), juga menyatakan bahwa perilaku kompulsif biasanya
terjadi pada seseorang yang memiliki presepsi buruk yang tinggi pada sebuah
peristiwa. Hal ini terindikasi bahwa pembelian komplusif adalah
sebuah pembelian yang tetap dilakukan meskipun pembelian merugikan. Hal ini
terlihat dari beberapa kepanikan yang terjadi pada masyarakat Indonesia dengan
membeli berbagai alat kesehatan dan obat-obatan secara berlebihan. Selain itu,
pembelian tersebut tidak terkendali dikarenakan kecemasan yang timbul sehingga
memunculkan pembelian secara spontan dan tak terencana.
Menurut Darrat dan Amyx (2016) menunjukkan bahwa pembelian komplusif memiliki hubungan dengan perilaku eskapisme yang dapat menjadi mediasi antara sikap cemas dan pembelian kompulsif dimana seseorang yang cemas cenderung ingin menghindari kesulitan sebagai dampak sebuah peristiwa seperti melakukan pembelian secara berlebihan sebagai antisipasi kondisi buruk. Menurut Darrat (2016) Eskapisme adalah sebuah kehendak atau kecenderungan menghindar dari kenyataan dengan melakukan tindakan antisipasi terhadap suatu kesulitan. Menurut Baron dan Kenny (2016), Eskapisme merupakan suatu variabel disebut variabel intervening jika variabel tersebut ikut mempengaruhi hubungan antara variabel prediktor (independen) dan variabel kriterion (dependent). Ekapisme muncul akibat dari tingginya persepsi buruk yang akan terjadi pada diri konsumen tersebut sebagai dampak dari peristiwa buruk. Selain itu, dampak dari perisitiwa tersebut menjadikan konsumen terbawa suasana buruk sehingga muncul keyakinan hal yang buruk akan terjadi pada dirinya terkait penyebaran virus korona atau Covid-19.
Berdasarkan teori Gerald dalam Muchnisa dan Sulaiman, (2020) yang menyatakan bahwa seseorang dengan neuroticsm yang tinggi rentan terhadap kecemasan dan depresi serta kekhawatiran. Sementara, pembelian kompulsif melakukan pembelian hanya untuk mengurangi ketegangan, kecemasan, tidak percaya diriyang timbul dalam diri konsumen, Semakin tinggi kecemasan, maka kecenderungan untuk melakukan pembelian kompulsif jugasemakin tinggi. Hal ini membuktikan kecemasan konsumen memiliki hubungan terhadap pembelian komplusif.Hal inipun dibuktikan dengan penelitan Muchnisa dan Sulaiman (2020) bahwa kecemasan konsumen memilki pengaruh positif terhadap pembelian kompulsif. Selain itu, Kecemasan Konsumen memiliki pengaruh positif signifikan terhadap Eskapisme. Sementara itu pada penelitian Pundian (2017), membuktikan bahwa consumer anxiety (kecemasan konsumen) berpengaruh positif terhadap perilaku kompulsif.Hal ini juga diperkuat Chatzidakis dalam Darrat (2016) menunjukkan bahwa kecemasan konsumen meningkatkan kecenderungan untuk seseorang berperilaku eskapisme. Penelitian tersebut menyatakan ekapisme dapat digunakan sebagai variabel intervening antara kecemasan konsumen terhadap pembelian kompulsif. Penelitian tersbut juga membuktikan Eskapisme dapat memediasi secara parsial hubungan antara Kecemasan Konsumen terhadap Pembelian Kompulsif secara positif.
Menurut Pundian dan Natalius (2017) menyatakan eskapisme berpengaruh positif terhadap perilaku pembelian kompulsif. Hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa eskapisme berhubungan positif dengan pembelian kompulsif yang ditunjukkan bahwa suasana hati negatif meningkatkan perilaku kompulsif. Selain itu, perbedaan mood yang esktrim di berbagai negara (baik positif maupun negatif) adalah karakteristik dari konsumen kompulsif yang lebih daripada teman-teman mereka (Faber dan Christenson, dalam Pundian dan Natalius 2017). Dengan demikian, tampak bahwa konsumen mengalami anxiety (kecemasan) dapat menstabilkan suasana hati mereka cenderung ke arah mencari jalan tengah dengan terlibat dalam pelarian (eskapisme) yang berpengaruh terhadap pembelian kompulsif. Berdasarkan uraian latar belakang yang telah di paparkan diatas, dan didukung dengan fenomena serta didukung dengan beberapa penelitian terdahulu. Peneliti akan memberi proposal skripsi ini dengan judul “Perilaku Complusive Buying Dengan Faktor Impulse Buying, Kecemasan Konsumen Dan Eskapisme Pada Pembelian Masker Sensi Di Toko Online Shopee
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan diatas, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apakah impulsive buying berpengaruh terhadap complusive buying masker sensi di shopee?
2.
Apakah kecemasan konsumen berpengaruh complusive buying pada pembelian masker sensi di shopee?
3.
Apakah eskapisme berpengaruh terhadap complusive buying masker sensi di shopee
4.
Apakah impulsive buying, kecemasan konsumen, dan eskapisme berpengaruh
terhadap complusive buying masker
sensi di shopee ?
1.3.1
Ruang Lingkup Subjek
Ruang lingkup subjek pada
penelitian ini adalah Masyarakat kota Bandar Lampung.
1.3.2
Ruang Lingkup Objek
Ruang lingkup objek pada penelitian
ini adalah complusive buying, impulsive buying, kecemasan, dan ekapisme.
1.3.4
Ruang Lingkup Tempat
Ruang lingkup tempat pada
penelitian ini adalah kota Bandar Lampung.
1.3.5
Runang Lingkup Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan maret 2020 sampai dengan bulan agustus 2020.
1.3.6
Ruang Linglup Ilmu Penelitian
Ruang lingkup ilmu penelitian dalam
penelitian ini adalah manajemen pemasaran
Tujuan penelitian adalah suatu
indikasi ke arah mana penelitian itu dilakukan atau data-data serta informasi
apa yang ingin dicapai dari penelitian itu. Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk
mengetahui pengaruh impulsive buying
terhadap complusive buying.
2. Untuk
mengetahui pengaruh kecemasan konsumen terhadap complusive buying.
3. mengetahui
pengaruh eskapisme terhadap complusive
buying.
4. Untuk
mengetahui pengaruh impulsive buying,
kecemasan konsumen, dan eskapisme
terhadap complusive buying.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat peneltian adalah kegunaan hasil
penelitian nanti, baik bagi kepentingan pengembangan program maupun kepentingan
ilmu pengetahuan. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.1
Bagi Peneliti
Dengan
hasil penelitian ini untuk dapat mengetahui faktor-faktor mempengaruhi perilaku
Complusive Buying serta diharapkan
dapat memberikan wawasan yang bermanfaat bagi peneliti, sebagai pengetahuan
tambahan bagi peneliti selanjutnya dan masukan terhadap manajemen pemasaran
mengenai faktor faktor yang mempengaruhi Complusive
Buying. Penelitian ini merupakan kesempatan untuk menambah wawasan terhadap
dunia praktisi pemasaran khususnya, yang diaktualisasikan dengan didasarkan
pada pengetahuan teoritis yang diperoleh di bangku kuliah.
1.5.2 Bagi Institusi
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan tambahan khazanah keilmuan pengetahuan mengenai
perilaku pembelian kompulsif yang dilakukan konsumen dan faktor-faktor penyebab
serta dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian
selanjutnya.
1.5.3
Bagi perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan masukan bagi pengembangan perusahaan khususnya untuk menentukan
langkah-langkah yang efektif dalam menetapkan kebijakan perusahaan yang
berkaitan dengan penelitian ini. Studi ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian secara besar dan
berulang-ulang pada toko online shopee. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi
bukti empiris faktor-faktor yang mempengaruhi pembeliankompulsif konsumen,
sehingga perusahaan farmasi dapat memahami bagaimana konsumen merespon apa yang
melatarbelakangi pembelian mereka, sehingga produk pada perusahaan farmasi yang
ditawarkan mampu mengantisipasi jika ada pembelian kompulsif oleh konsumen.
1.6
Sistematika Penelitian
Untuk
mempermudah dan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai isi skripsi ini,
pembahasan dilakukan secara komprehensif dan sistematik meliputi:
BAB
I Pendahuluan
Bab ini
menjelaskan tentang latar belakang dilakukan penelitian ini, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistmatika penyusunan penelitian.
BAB II Landasan Teori
Bab ini berisikan landasan teori
yang berupa penjabaran teori-teori yang mendukung perumusan hipotesis serta
sangat membantu dalam analisis hasil-hasil penelitian lainnya. Terdapat hasil
dari penelitian-penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini. Bab ini
akan menjelaskan mengenai kerangka pemikiran penelitian yang akan diteliti
serta hipotesis yang timbul dari pemikiran tersebut.
BAB
III Metodologi Penelitian
Bab ini menjelaskan tentang variabel
penelitian, definisi operasional penelitian setiap variabel, populasi dan
sampel, jenis sumber data yang digunakan, metode pengumpulan data, metode
analisis dalam pengolahan data, dan terakhir menjelaskan pengujuian hipotesis.
BAB
IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Bab ini merupakan inti dari pokok
penelitian yang dilakukan. Bab hasil dan analisis membahas mengenai deskripsi
objek penelitian, analisis penelitian, dan interpretasi penelitian.
BAB
V Kesimpulan Dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil
analisis penelitian yang dilakukan, serta saran-saran yang dapat menjadi bahan
atau acuan untuk penelitian selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Perilaku Konsumen
Perilaku
konsumen (consumer behavior)
merupakan proses pengambilan keputusan dan aktivitas fisik untuk mendapatkan,
mengevaluasi, menggunakan, dan membuang barang dan jasa yang dilakukan
seseorang dalam memuaskan kebutuhan (Sudaryono, 2014). Studi perilaku konsumen
adalah suatu studi mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk
mengalokasikan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, usaha, dan energi).
Konsumen memiliki keragaman yang menarik untuk dipelajari karena ia meliputi seluruh
individu dari berbagai usia, latar belakang budaya, pendidikan, dan keadaan
sosial ekonomi lainnya. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mempelajari
bagaimana konsumen berperilaku dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
perilaku tersebut (Firmansyah, 2019).
Perilaku
konsumen dalam melakukan pembelian sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Terdapat 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam pembelian
suatu produk. Faktor-faktor ini memberi pengaruh yang cukup signifikan terhadap
konsumen dalam memilih produk. Menurut Kotler dan Keller (2016) dalam (Wira,
2014)faktor-faktor ini terdiri dari
faktor budaya (cultural factor),
faktor sosial (social factor), dan
faktor pribadi (personal factor).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen menurut Kotler dan Keller
(2016) adalah sebagai berikut :
1.
Cultural Factor (Faktor Budaya)
Culture (Budaya) merupakan penentu
keinginan dan perilaku yang paling mendasar. Karena budaya merupakan suatu
tatanan kehidupan manusia yang menjadi dasar segala aktivitas yang dilakukan.
Oleh karena itu seorang pemasar harus benar-benar memperhatikan nilai-nilai
budaya di setiap negara untuk memahami bagaimana cara terbaik untuk memasarkan
produk mereka yang sudah ada dan mencari peluang untuk produk baru.
Selanjutnya, Subcultures (Sub-Budaya)
merupakan bagian kecil dari budaya dan cirinya dapat terdiri dari kebangsaan,
agama, kelompok, ras dan daerah georgrafis. Banyak sub-budaya yang membentuk
segmen pasar penting dan pemasar sering merancang produk dan program pemasar
yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka, sehingga akan dengan mudah diterima
oleh pasar. Sementara, Social Classes
(Kelas Sosial) merupakan pembagian masyarakat yang yang relatif homogen dan
permanen, tersusun secara hirarkis dan anggotanya menganut nilai, minat dan
perilaku yang sama.
2.
Sosial factor (Faktor Sosial)
Faktor Sosial yang mempengaruhi perilaku pembelian, seperti: Reference Group (Kelompok Referensi) yang merupakan semua kelompok yang mempunyai pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut.Selanjutnya, Family (Keluarga) yang merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan anggota keluarga merepresentasikan kelompok acuan utama yang paling berpengaruh. Ada dua keluarga dalam kehidupan pembeli, yaitu: keluarga orientasi yang terdiri dari orang tua dan saudara kandung, dan keluarga prokreasi yaitu terdiri dari pasangan dan anak. Semenatara, Roles and Status (Peran Sosial dan Status) menyatakan bahwa setiap orang berpartisipasi dalam banyak kelompok, seperti halnya keluarga, klub, dan organisasi. Kelompok sering menjadi sumber informasi penting dalam membantu mendefinikasikan norma perilaku. Kita dapat mendefinisikan posisi seseorang dalam setiap kelompok dimana dia menjadi anggota bedasarkan peran dan statusnya.
3.
Personal Factor (Faktor Pribadi)
Personal Factor (Faktor Pribadi) juga dipengaruhi
oleh karakteristik pribadi. Faktor pribadi meliputi usia dan tahap dalam siklus
hidup pembeli, pekerjaan dan keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri,
serta gaya hidup dan nilai.
2.2 Perilaku Compulsive Buying
Compulsive
buying adalah perilaku berbelanja yang tidak normal dimana
perilaku tersebut tidak terkontrol, berlebihan, berulang, dan memiliki dorongan
kuat untuk berbelanja yang dianggap sebagai cara untuk menghilangkan perasaan
negatif seperti stress dan kecemasan (Darat, 2016). Selain itu menurut Darat (2016)
menyatakancompulsive buying adalah
perilaku pembelian berulang sebagai akibat dari adanya peristiwa tidak
menyenangkan atau perasaan negatif yang dialami oleh seseorang. Sedangkan
menurut Darrat (2016) compulsive buying
adalah jenis perilaku dari konsumen yang tidak pantas, berlebihan, dan mengganggu
kehidupan individu dimana perilaku tersebut muncul secara impulsif kepada
konsumen.Lejoyeux dalam Darrat (2016),menunjukkan bahwa depresi menjadi
salahsatu pemicu pembelian kompulsif karenafenomena ini (pembelian
kompulsif)berulang kali terjadi pada pasien depresi. Kecemasan konsumen
merupakan intimengapa terjadi pembelian kompulsif danjuga mungkin ada sesuatu
yang lain yangterjadi secara bersamaan sebagai sebab danakibat dari perilaku
tersebut. Rajagopaldalam Larasati dan Budiani (2014) jugamenyatakan
bahwaperilaku kompulsifbiasanya terjadi pada seseorang yangmemiliki tingkat
kepercayaan diri yangrendah, tingkat berkhayal yang tinggi, dantingkat depresi,
kecemasan, dan obsesi yangtinggi.
2.2.1
Indikator perilaku compulsive buying
Indikator Perilaku compulsive buying dibedakan menjadi tiga. Menurut Coombs dalam
Muchnisa dan Sulaiman (2020) indikator compulsive
buyingadalah sebagai berikut:
Carriying on Despitte Adverse
Consequences merupakan pembelian yang dilakukan
secara berlebihan dengan tidak mempertimbangkan akibatnya di masa mendatang. Indikator
ini, pelaku terus meneruskan perilaku mereka dengan konsekuensi yang merugikan
diri mereka sendiri dan orang lain. Perilakucompulsive
buying akan terus menerus melakukan pembelian yang berlebihan yang
kadang-kadang tidak dibutuhkan tanpa mempertimbangkan dampak yang akan muncul
dalam kehidupan pribadi, sosial, pekerjaan, dan keuangannya. Indikator ini,
konsumen dalam melakukan pembelian akan menghabiskan sebagian besar atau
seluruh uangnya sekaligus. Ketika uang tersebut tidak dibelanjakan, ia akan
merasa kehilangan jati dirinya, karena belanja merupakan bagian dari dirinya.
b.
Loss
of Control
Loss of Controlmerupakan
hilangnya kendali dalam perilaku kecanduanberbelanja. Adanya hilang kendali
membuat seseorang tidak mampu melaksanakankehendak mereka. Maksud dari kehendak
disini adalah kegagalan seseorangdalam melawan dorongan untuk berbelanja.
Termasuk dalam kategori inimisalnya, seseorang membeli sesuatu tanpa berfikir
sebelumnya akan membelibarang-barang tersebut atau tidak. Keinginan yang
mendadak muncul secaralangsung dan mendorong seseorang untuk membeli
sesuatu.Pelaku compulsive buying
dalam indikator ini tidak memilikikemampuan untuk mengendalikam perilaku
pembeliannya. Mereka merasa mengalami hari yang berat jika tidak membeli,karena
mereka membutuhkan perasaan aman setiap hari, yangdiperolehnya setelah
melakukan pembelian.
c.
Irresistible
Impulsive
Irresistible Impulsiveadalah
keinginan yang tidak tertahankan, pada indikator ini compulsive buying digambarkan sebagaiketidakmampuan seseorang untuk
mengendalikan dorongan tak tertahankan untukmembeli (Coombs dalam Muchnisa dan
Sulaiman, 2004). Misalnya,pada saat terjadi peristiwa buruk dan muncul
keinginan yang tidak tertahankan untuk segerapergi ke toko kesehatan yang
bertujuan untuk membuat konsumen tersebut merasa lebih baik.
2.3
Pembelian Impulsif (Impulsive Buying)
Menurut Mowen
dan Minor (2010) definisi pembelian impulsif (impulse buying) adalah tindakan membeli yang dilakukan tanpa memiliki
masalah sebelumnya atau maksud/niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki
toko. Sedangkan menurut Suhartini (2016) impulse
buying merupakan keputusan yang emosional atau menurut
desakan hati.
Hal senada diungkapkan juga oleh Arifianti (2011) mengatakan bahwaimpulse
buying berkaitan dengan perilaku untuk membeli berdasarkan emosi. Emosiini
berkaitan dengan pemecahan masalah pembelian yang terbatas atau spontan.Dapat
dikatakan bahwa impulse buying merupakan
sesuatu yang alamiah da merupakan reaksi yang cepat. Berdasarkan beberapa
pengertian di atas dapatdisimpulkan bahwa pembelian impulsif (impulsive buying) atau pembelian
tidakterencana merupakan pembelian yang tidak rasional dan terjadi secara
spontan karena
munculnya
dorongan yang kuat untuk membeli dengan segera pada saat itu juga danadanya
perasaan positif yang kuat mengenai suatu benda, sehingga pembelianberdasar
impulse tersebut cenderung terjadi dengan adanya perhatian danmengabaikan
konsekuensi negatif.
2.3.2
Indikator Impulse Buying
Menurut Rook dan
Fisher dalam Suhartini (2016), impulse
buying terdiri darikarakteristik berikut:
a.
Spontanity
(spontanitas) Pembelian impulsif terjadi secara tidakterduga dan memotivasi
konsumen untuk membeli saat juga,seringkali karena respon terhadap stimuli
visual point-of- sale.
b.
Power,
compulsion, and intensity, adanya motivasi untukmengesampingkan hal-hal lain dan
bertindak secepatnya.
c.
Excitement
and simulation. Keinginan membeli
secara tiba- tiba yangseringkali diikuti oleh emosi seperti exiting, thrilling atau wild.
d.
Disregard
for consequences. Keinginan untuk membeli dapat
menjaditidak dapat ditolak sampai konsekuensi negatif yang mungkin
terjadidiabaikan.
Kecemasan
didefinisikan sebagai ketakutan atas masalah diantisipasi. Sebaliknya,ketakutan
didefinisikan sebagai reaksi terhadap bahaya. Psikolog fokus pada immediate
aspek ketakutan melawan anticipated
aspek kecemasan - ketakutan cenderung tentang ancaman yang terjadi sekarang,
sementara kecemasan cenderung tentang ancaman masa depan. Keduakecemasan dan
ketakutan dapat melibatkan gairah, atau aktivitas sistem saraf simpatik.Kecemasan
sering melibatkan gairah moderat, dan ketakutan melibatkan gairah lebih
tinggi.Pada akhirnya, seseorang mengalami ketakutan mungkin berkeringat deras,
napas cepat, danmerasakan dorongan kuat untuk menjalankan hal tertentu (Kring,
Johnson, Davison, & Neale,2013).
Menurut Muchnisa
dan Sulaiman (2016) Kecemasan konsumen adalahfenomena kompleks yang
memilikipengaruh pada faktor biologis, psikologis,dan faktor lingkungan,
sehingga jikakonsumen sudah mengalami kecemasan, maka pusat fikitnya akan
sangat mudahberalih kepada sesuatu yang dapat menjauhkannya dari sikap cemas
ataudisebut dengan perilaku eskapisme sepertimenonton tv, mendengarkan
musik,membaca buku atau pun berbelanja.Kecemasan adalah suatu kejadian yang
mudah terjadi pada seseorang karena suatu faktor tertentu tidak spesifik (Sari
dan Batubara, 2017). Anxietas/kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau
keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa
sesuatu yang buruk akan terjadi. Kecemasan merupakanrespon yang tepat terhadap
ancaman, tetapi kecemasan dapat menjadi tidak normalapabila tingkatannya tidak
sesuai dengan porsi ancamannya ataupun datang tanpa adanya sebab tertentu
(Darrat, 2016).
2.4.1
Indikator Kecemasan Konsumen
Menurut Darrat
(2016) kecemasan konsumendapat diukur
dengan indikator sebagai berikut:
1)Merasa takut
tanpa alasan, yakniperasaan cemas, gelisah yang tidakdiketahui penyebabnya,
2) Mudahmarah
atau merasa panik, yaitu tidak bisa menahan untuk tidak membeli, merasakhawatir
dan menjadi pemarah terhadap hal hal kecil.
3) Merasa
tidakkaruan, suatu keadaan atau kondisidimana seseorang sedang mengalamipikiran
atau perasaan yang sedangkacau tidak karuan. Kondisiseperti ini seseorang
merasaterkurung”
dalam keadaan yang ada dan merasa kesulitan untuk mengambil keputusan apalagi
untuk menyelesaikannya.
Muchnisa dan
sulaiman (2020) menyatakan dalam penelitiannya bahwa Eskapisme merupakan
perilaku atau tindakan yang bertujuan untuk menghindari diri dari kesulitan dan
emosi negatif melalui fantasi atau imajinasitentang sesuatu hal yang diharapkan
terjadidimasa yang akan datang seperti imajinasitentang kesuksesan individu
ataupenerimaan dalam kehidupan sosial yanglebih baik. Konsumen yang
berprilakueskapisme ini mengalternatifkan berbelanjasebagai penghilang setres,
dengan melakukan kegiatan belanja tersebut konsumen dapat menjauhkan diri dari
peristiwa buruk dan akan merasa lega.
Menurut Hoeve dan Shadily(2014), Eskapisme
adalah sikap hidup yang bertujuan untuk menghindarkan diri dari segala
kesulitan, terutama dalam menghadapi masalah yang seharusnya diselesaikan
secara wajar. Banyak gejala gangguan jiwa yang dapat ditafsirkan sebagai usaha
yang bersifat eskapisme. Eskapisme juga berarti cara memusatkan perhatian pada
hal-hal menyenangkan yang bertentangan dengan realitas keras dari kehidupan
sehari-hari. Hal tersebut dapat menjadi sarana agar tidak tertekan dengan
kenyataan di kehidupan sehari-hari atau dalam bentuk yang ekstrem dapat
mengakibatkan perilaku obsesif (terobsesi / sulit menghentikan) yang membuat
orang benar-benar mengabaikan realitas. Eskapisme modern dalam arti yang sehat
dapat berupa membaca buku favorit, menonton program olahraga, atau sekedar
bermain. Akan tetapi, sangat sedikit orang yang melarikan diri dari kenyataan
dalam bentuk seperti ini. Kegiatan normal, seperti makan, tidur atau aktivitas
seksual juga dapat dianggap sebagai eskapisme ketika mereka melakukannya secara
berlebihan. Misalnya, tidur lebih dari setengah hari karena seseorang tidak
bisa menjalankan kehidupan normalnya. Tidur tersebut dapat disebabkan karena
kelelahan atau gejala dari depresi.
Menurut Darrat
(2016) perilakueskapisme dapat di ukur denganbeberapa indikator sebagai
berikut:
1. Sering
berfikiran negatif dimana seseorang akan terus berfikiran negatif terhadap
suatu peristiwa atau keadaan sehingga menimbulkan tindakan yang membuat dia
merasa lebih aman.
2. Mudahterbawa
suasana dalam aktifitas yangpositif maupun negatif, seseorang yang mudah
terbawa suasana akan lebih cepat merespon sebuah peristiwa yang sedang terjadi.
3. Sering
memikirkanhal yang belum tentu terjadi, memicu timbulnya rasa kekhawatiran atau
kecemasan pada diri seseorang.
No |
Judul |
Peneliti |
Variabel |
Hasil |
Perbedaan |
1 |
Pengaruh pembelian
impulsif terhadap kecemasan konsumen yang berdampak pada pembelian
kompulsifdan dimediasi oleh eskapisme (studi kasus padamatahari departement
store di banda aceh) |
Muchnisa
dan sulaiman (2020) |
Pembelian
impulsif, kecemasan konsumen, pembelian kompulsif, eskapisme |
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pembelian impulsif berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kecemasan konsumen, kecemasan
konsumen berpengaruh positif dan signifikan terhadap eskapisme, eskapisme
berpengaruh positif
dan signifikan terhadap pembelian kompulsif dan kecemasan konsumen
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pembelian kompulsif. |
Tidak
adanya variabel pembelian impulsif sebagai variabel independent |
2 |
How impulse buying influences compulsive buying: The
central role of consumer anxiety and escapism |
Darrat,
Aadel A., Mahmoud A. Darrat., Douglas Amyx, (2016) |
Impulse Buying, Compulsive Buying, Consumer Anxiety,
Escapism |
efek positif pada
pembelian kompulsif dan pelarian konsumen Berlawanan dengan , pelarian
konsumen menunjukkan efek negatif yang signifikan pembelian kompulsif. |
Tidak
adanya variabel impulse buying dan variabel consummer anxiety sebagai
variabel mediasi |
3 |
Compulsive buying and hoarding as
identity substitutes: The role of materialistic
value endorsement and depression |
Laurence Claes, Astrid Müllerc, Koen Luyckx (2016) |
Compulsive
buying,identity confusion, materialistic value endorsment, depression
(anxiety) |
interaksi positif yang signifikan antara kebingungan identitas,
pembelian kompulsif, dan penimbunan. Hubungan antara kebingungan identitas
dan pembelian kompulsif sepenuhnya dimediasi oleh dukungan nilai
materialistis; sedangkan depresi memediasi hubungan antara kebingungan
identitas dan penimbunan |
Tidak adanya variabel identity
confusion dan materialistic value |
4 |
fear, therefore, I shop, exploring anxiety
sensitivity in relation to compulsive buying |
Catherine E. Gallagher, MargoC.Watt at all (2016) |
Compulsive
buying, Negative affect, Anxiety sensitivity |
Pembelian kompulsif melibatkan keasyikan dengan, atau mendorong,
membeli, yang dialami sebagai hal yang mengganggu dan tidak terkendali.
Pembelian kompulsif dikaitkan dengan gangguan fungsi dan berfungsi untuk
mengurangi gairah emosional negatif. Sensitivitas kecemasan (AS: takut
sensasi somatik terkait gairah) adalah faktor risiko yang diketahui untuk
gairah emosional negatif. Penelitian ini menyelidiki apakah AS terkait dengan
pembelian kompulsif, melebihi dan di atas pengaruh negatif (depresi,
kecemasan, stres), dalam sampel mahasiswa sarjana Kanada. |
Tidak ada variabel kecemasan dan eskapisme |
5 |
Pengaruh impulse buying, consumer anxiety, dan
escapism terhadap perilaku compulsive buying pada konsumen sepatu di Surabaya |
Pundian, Yosep Natalius (2017) |
impulse
buying, consumer anxiety, dan escapism, compulsive buying |
1. Impulse buying
berpengaruh positif terhadap consumer
anxiety pada konsumen pembelian sepatu di Surabaya. Hipotesis satu diterima. 2. Consumer anxiety berpengaruh
positif terhadap compulsive buying pada konsumen pembelian sepatu di Surabaya. Hipotesis dua diterima. 3. Consumer anxiety
berpengaruh positif terhadap munculnya perilaku escapism pada konsumen pembelian sepatu di Surabaya. Hipotesis tiga diterima 4. Escapism berpengaruh
positif terhadap perilaku compulsive
buying pada konsumen pembelian sepatu di Surabaya. Hipotesis empat diterima. |
|
2.9 Hipotesis
Hipotesis
adalah dugaan terhadap hubungan antara dua variabel atau lebih. atau dapat
didefinisikan hiopetisis adalah jawaban atau dugaan sementara yang harus diuji
kebenarannya (Siregar, 2015). Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
2.9.1Impulsive
buying Terhadap Compulsive Buying
Sifat
dalam membeli dipengaruhi oleh perilaku konsumen yang setiap orangnya berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Ada elemen yang terdapat dalam diri manusia
yaitu afeksi (merujuk pada perasaan konsumen terhadap suatu stimuli atau
kejadian) dan kognisi (mengacu pada pemikiran konsumen dan perasaan). Dari
elemen yang terdapat di dalam diri manusia dapat dipetik sebuah kesimpulan
bahwa elemen-elemen tersebut dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli
salah satunya yakni impulse buying. Menurut Muchnisa dan sulaiman (2020)
menyatakan bahwa impulse buying adalah suatu kondisi yang terjadi ketika
individu mengalami perasaan terdesak secara tiba-tiba yang tidak dapat dilawan.
Pundian dan natalius (2017), menyatakan impulse buying seringkali memaksa dan
mendesak. Faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya impulse buying antara lain emosional, kepribadian, dan faktor
demografis berupa jenis kelamin, usia, kelas sosial ekonomi, pekerjaan dan
pendidikan. Namun riset menunjukkan bahwa konsumen sering mengalami perasaan
menyesaldan rasa bersalah setelah melakukan impulse buying (Darratetal.,2016).Berdasarkanuraiantersebut,
Hipotesispertamadirumuskansebagaiberikut:
H1 : impulsive buying berpengaruh terhadap compulsive buying masker sensi di shopee
2.9.2 Kecemasan Konsumen Terhadap Compulsive Buying
MenurutLahey
(2009), gangguan kecemasan adalah gangguan psikologis yang melibatkan tingkat
emosi negatif yang berlebihan, sepeti kegelisahan, ketegangan, khawatir,
ketakutan, kecemasan yang menimbulkan depresi. Hasil penelitian Lejoyeux dalam
Darrat (2016), menunjukkan bahwa depresi menjadi salah satu pemicu pembelian kompulsif
karena fenomena ini (pembelian kompulsif) berulang kali terjadi pada
pasien depresi. Kecemasan konsumen merupakan inti mengapa terjadi pembelian
kompulsif dan juga mungkin ada sesuatu yang lain yang terjadi secara bersamaan
sebagai sebab dan akibat dari perilaku tersebut. Rajagopal dalam Larasati dan
Budiani (2014) juga menyatakan bahwaperilaku kompulsif biasanya terjadi pada
seseorang yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah, tingkat berkhayal
yang tinggi, dan tingkat depresi, kecemasan, dan obsesi yang tinggi. Melihat
dari beberapa peneliti sebelumnya ini maka penulis memperkirakan bahwa kecanduan
pembelian kompulsif ini meningkat akibat dari kecemasan konsumen.Berdasarkanuraiantersebut,
Hipotesispertamadirumuskansebagaiberikut:
H2 : kecemasan konsumen berpengaruh
terhadap compulsive buyingMasker sensi di shopee
2.9.3 Perilaku Eskapisme Terhadap Compulsive Buying
MenurutMuchnisa dan Sulaiman (2020)
menyatakan dalam penelitiannya bahwa Eskapisme merupakan perilaku atau tindakan
yang bertujuan untuk menghindari diri dari kesulitan dan emosi negatif melalui
fantasi atau imajinasi tentang sesuatu hal yang diharapkan terjadi dimasa yang
akan datang seperti imajinasi tentang kesuksesan individu atau penerimaan dalam
kehidupan sosial yang lebih baik. Konsumen yang berprilaku eskapisme ini
mengalternatifkan berbelanja sebagai penghilang setres, dengan melakukan
kegiatan belanja tersebut konsumen dapat menjauhkan diri dari peristiwa buruk
dan akan merasa lega.Berdasarkanuraiantersebut,
Hipotesisketigadirumuskansebagaiberikut:
H3:
perilaku eskapisme berpengaruh terhadapcompulsive
buying masker sensi di shopee
2.8.4 impulsive buying, Kecemasan, Konsumen dan
EskapismTerhadap Compulsive Buying
Perilaku
konsumen dalam menghindari perasaan bersalah dan menyesal tersebut
mengakibatkan konsumen berperilaku eskapis (escapism) atau juga bisa
didefinisikan sebagai sikap hidup yang bertujuan untuk menghindarkan diri dari
segala kesulitan, terutama dalam menghadapi masalah yang seharusnya
diselesaikan secara wajar sehingga dengan kata lain eskapisme muncul sebagai akibat dari kecemasan ataupun emosi
negatif lainnya yang dialami manusia. Jadi untuk menghadapi masalah ataupun
kecemasan (anxiety) maka salah satu cara konsumen untuk mengatasinya adalah
dengan berbelanja yang dapat menimbulkan emosi positif. Hal ini juga didukung
oleh bukti metaanalisis yang menunjukkan bahwa suasana hati yang positif
memiliki keterkaitan konsumsi kompulsif pada orang dewasa (Cardi dkk.,2015).
Demikian pula, konsumen impulsif akan mencari bantuan dari kecemasan melalui
fantasi atau escapism.Hasil penelitian Lejoyeux dalam Darrat (2016:105),
menunjukkan bahwa depresi menjadi salah satu pemicu pembelian kompulsif karena
fenomena ini (pembelian kompulsif) berulang kali terjadi pada pelanggan depresi
(merasa cemas), namun hal lain seperti perilaku eskapismejuga menjadi pemediasi
antara sikap cemas dan pembelian kompulsif dimana seseorang yang cemas
cenderung ingin menghindari dari dan memusatkan perhatian pada hal-hal
menyenangkan seperti melakukan pembelian secara berlebihan sebagai cara untuk
mereda rasa cemas.Eskapisme merupakan salah satu variabel mediasi, hal ini
dibuktikan dengan beberapa
penelitian yang juga menggunakan eskapisme sebagai pemediasi
seperti penelitian yang di lakukan oleh Chang (2011) menunjukkan bahwasanya
game berpengaruh secara tidak langsung terhadap masalah penggunaan internet
dimana hubungan keduanya dimediasi oleh eskapisme. Eskapisme berperan sebagai
variabel mediator yang berpengaruh signifikan. Hal ini didukung oleh pendapat
Baron &Kenny dalam Frode et al.,(2012)
yang menyatakan eskapisme diprediksi memediasi hubungan antara self-
suppression dan self-expansion.Berdasarkanuraiantersebut,
Hipotesiskeempatdirumuskansebagaiberikut:
H4: Impulsive buying, kecemasan konsumen dan
eskapisme berpengaruh terhadap compulsive buying masker di shopee.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
Penelitian
ini adalah jenis penelitian kasualitas yang merupakan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui hubungan atau pengaruh antara dua variabel atau lebih.
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif. Menurut Sugiyono (2017), metode penelitian kuantitatif dapat
diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan.
Sumber data penelitian ini
menggunakan data primer. Data primer adalah data yang diperoleh dengan survey
lapangan yang menggunakan semua metode pengumpulan data original. Data primer
yang dimaksud adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden dengan
memberi kuesioner (angket) dengan seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawab. Peneliti melakukan pengajuan kuesioner
telah disusun berdasarkan variabel yang diteliti.
Penelitian
ini menggunakan kuesioner tertutup, dimana Kuesioner tertutup
merupakan kuesioner yang menghendaki jawaban pendek, atau jawabannya diberikan dengan
membubuhkan tanda tertentu. Daftar pertanyaan disusun dengan disertai
alternatif jawaban, responden diminta untuk memilih salah satu jawaban atau
lebih dari altenatif yang disediakan. Peneliti menggunakan google form dalam menyebarkan kuesioner
penelitian. Peneliti mengambil data atau informasi yang di inginkan dengan cara
mengajukan daftar pertanyaan berupa angket kepada 30 responden yang merupakan
konsumen Shopee.
Dalam penelitian ini, pengukuran yang digunakan menggunakan pengukuran skala interval. Skala interval adalah skala yang memenuhi skala nominal dan ordinal dan memiliki interval (jarak) tertentu. Skala interval ini lebih fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lain nya, seperti untuk mengukur status sosial ekonomi, kelembagaan, pengetahuan, kemampuan, proses kegiatan dan lain-lain (Sugiyono, metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D, 2017). Berikut skala interval yang digunakan dalam penelitian ini:
Jenis Jawaban |
Bobot |
Sangat
Tidak Setuju (STS) |
1 |
Tidak Setuju (TS) |
2 |
Kurang Setuju (KS) |
3 |
Setuju (S) |
4 |
Sangat Sejutu (S) |
5 |
Sumber : (Bungin, 2013)
3.4.1 Populasi
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Menurut Heirs dalam Sugiyono (2017), apabila suatu penelitian menggunakan metode analisis regresi, maka harus memiliki minimal jumlah sampel lima kali dari jumlah pertanyaan yang ada kuesioner. Maka total jumlah kuesioner dalam penelitian ini yakni 5 kali jumlah pertanyaan yang mana jumlah pertanyaan sebanyak 26, sehingga menghasilkan sebanyak 130 responden.
Tabel 3.1 Kriteria pengambilan Sampel
2.
Konsumen yang membeli
masker sensi secara spontan di shopee setelah menyebarnya berita virus korona
atau Covid-19 |
3.
Konsumen yang membeli
secara berlebihan pada produk masker
sensi setelah menyebarnya berita virus korona atau Covid-19 |
Sumber data
diolah, 2020
3.5 Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada
dasarnya adalah suatu hal yang berbentuk
apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
3.5.1
Variabel Dependen
Variabel dependen (Y)
adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas, dalam
penelitian ini adalah compulsive buying.
3.5.2
Variabel Independen
Variabel independen (X)
adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau
timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel independen dalam penelitian ini
adalahimpulsive buying,perilaku
kecemasan dan eskapisme.
Tabel 3.3 Operasionalisasi Variabel dan
Pengukuran Variabel
Variabel |
Definisi
Konsep |
Definisi
Opersional |
Indikator |
Pengukuran |
Comppulsive buying (Y) |
Compulsive
buying
adalah perilaku berbelanja yang tidak normal dimana perilaku tersebut tidak
terkontrol, berlebihan, berulang, dan memiliki dorongan kuat untuk berbelanja
yang dianggap sebagai cara untuk menghilangkan perasaan negatif seperti
stress dan kecemasan (Darrat, 2016) |
Keputusan
pembelian beberapa produk masker,handsanitizer dan alat kesehatan lainya
secara tidak normal dan tidak terkontrol yang dilakukan dengan berlebihan
secara berulang-ulang karena dorongan
dalam diri yang disebabkan oleh rasa cemas atas respon penyebaran wabah
korona atau Covid-19 |
1.
Carriying on
Despitte Adverse Consequences 2.
Lost of
control 3.
Irresistible
Impulsive (Darrat, 2016) |
Skala Interval |
Impulsive buying (X1)
|
pembelian
impulsif (impulsive buying) atau
pembelian tidak terencana merupakan pembelian yang tidak rasional dan terjadi
secara spontan karena munculnya
dorongan yang kuat untuk membeli dengan segera pada saat itu juga dan adanya
perasaan positif yang kuat mengenai suatu benda, sehingga pembelian berdasar
impulse tersebut cenderung terjadi dengan adanya perhatian dan mengabaikan
konsekuensi negatif. (suhartini,2016) |
Keputusan
pembelian Masker
sensi di Shopee secara tiba-tiba
karena dorongan
dalam diri untuk
membeli dengan segera
karena menyebarnya wabah covid-19 |
1. Spontanity 2. Power,
compulsion, and intensity 3. Excitement
and simulation 4. Disregard
for consequences (Suhartini,
2016) |
Skala interval |
Kecemasan konsumen (X2) |
Kecemasan konsumen adalah fenomena
kompleks yang memiliki pengaruh pada faktor biologis, psikologis, dan faktor
lingkungan, sehingga jika konsumen sudah mengalami kecemasan, maka pusat
fikitnya akan sangat mudah beralih kepada sesuatu yang dapat menjauhkannya
dari sikap cemas atau disebut dengan perilaku eskapisme seperti menonton tv,
mendengarkan musik, membaca buku atau pun berbelanja (Muchnisa dan Sulaiman, 2020) |
Dorongan
dalam diri untuk berbelanja yang disebabkan oleh rasa cemas karena adanya wabah virus korona atau
Covid-19 |
1. Merasa takut tanpa alasan, yakni
perasaan cemas, gelisah yang tidak diketahui penyebabnya 2. Mudah marah atau merasa panik,
yaitu merasa tidak sabaran dan menjadi pemarah terhadap hal- hal kecil 3. Merasa tidak karuan, suatu keadaan
atau kondisi dimana seseorang sedang mengalami pikiran atau perasaan yang
sedang kacau tidak karuan. Dalam kondisi seperti ini
seseorang merasa“terkurung”
dalam keadaan yang ada dan merasa kesulitan untuk mengambil keputusan apalagi
untuk menyelesaikannya.(darrat, 2016) |
Skala Interval |
Eskapisme
(X3) |
Eskapisme merupakan perilaku atau
tindakan yang bertujuan untuk menghindari diri dari kesulitan dan emosi
negatif melalui fantasi atau imajinasi tentang sesuatu hal yang diharapkan
terjadi dimasa yang akan datang seperti imajinasi tentang kesuksesan individu
atau penerimaan dalam kehidupan sosial yang lebih baik. Konsumen yang
berprilaku eskapisme ini mengalternatifkan berbelanja sebagai penghilang
setres, dengan melakukan kegiatan belanja tersebut konsumen dapat menjauhkan
diri dari peristiwa buruk dan akan merasa lega. (muchnisa dan sulaiman, 2020) |
eskapisme mendorong konsumen untuk berbelanja dengan
tujuan untuk menghindarkan diri dari peristiwa buruk akibat adanya penyebaran
virus korona atau Covid-19 |
1.
Sering berkhayal
atau melamun 2.
Mudah
terbawa suasana dalam peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa negatif 3.
Sering
memikirkan hal yang belum tentu terjadi (Darrat, 2016) |
Skala Interval |
3.7 Uji Validitas dan Uji Reliabelitas
Untuk
mendapatkan hasil penelitian yang baik, maka sebelum dilakukan uji statistik,
terlebih dahulu data yang diperoleh harus dilakukan uji validitas dan uji
reliabilitas. Uji validitas dan uji reliabilitas digunakan untuk mengukur
butir-butir pertanyaan agar tidak menyimpang dan akurat.
Menurut
Silalahi (2016), validitas merujuk pada sejauh mana ukuran secara akurat
merefleksikan pokok isi konstruk yang di ukur. Uji validitas merupakan
pengukuran seberapa baik definisi operasional bekerja sama atau sesuai satu
dengan yang lain dan seberapa baik indikator-indikator mewakili variabel sesuai
dengan definisi operasional variabel: semakin baik kesesuaiannya semakin tinggi
validitas pengukurannya. Uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai sig dengan nilai alpha dengan taraf signifikasi 0,05. Dalam pengambilan keputusan
untuk menguji validitas, kriterianya adalah:
1. Jika nilai sig <alpha 0,05 maka
butir atau variabel tersebut valid.
2. Jika nilai sig>alpha 0,05 maka
butir atau variabel tersebut tidak valid. Pengolahan data validitas menggunakan
SPSS (Statistical Package for the Social
Science) versi 20, dan apabila suatu alat ukur mempunyai korelasi yang
signifikan antara skor item terhadap skor totalmya, maka dikatakan pertanyaan tersebut
valid.
Reabilitas
adalah suatu pengukuran untuk mengetahui sejauh mana instrumen dapat dipercaya
dengan koefisien keandalannya lebih besar dari 0,05. pengukuran keandalan butir
pertanyaan dengan sekali menyebar kuesioner pada responden, kemudian hasil
skornya diukur korelasinya antar skor jawaban pada butir pertanyaan dengan SPSS
versi 20 dengan fasilitas Cronbach Alpha
(α). Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,6
(Sugiyono, 2017). Untuk menginterpretasikan koefisien reliabilitas digunakan
kategori menurut Sugiyono (2017) sebagai berikut:
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien
Korelasi (r)
Interval
Koefisien |
Tingkat
Hubungan |
0,00 – 0,199 |
Sangat Rendah |
0,20 – 0, 399 |
Rendah |
0,40 – 0,599 |
Sedang |
0,60 – 0,799 |
Kuat |
0,80 – 1,000 |
Sangat Kuat |
3.8 Uji Prasyarat
Analisis Data
Suatu
model regresi berganda yang digunakan untuk menguji hipotesis harus memenuhi
uji prasyarat analisis data. Hal ini digunakan untuk menghindari estimasi yang
bias, mengingat tidak pada semua data dapat diterapkan regresi. Uji prasyarat
analisis data terdiri dari :
Uji
normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali,
2011). Untuk menguji apakah distribusi
normal atau tidak dapat dilihat melalui normal probability plot dengan
membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Data normal akan
membentuk suatu garis lurus diagonal, dan ploting data akan dibandingkan dengan
garis diagonalnya. Selain itu untuk menguji normalitas residual dengan
menggunakan uji statistik non-parametik Kolmogrov-Smirnov (K-S). Jika hasil Kolmogrov-Smirinov menunjukan nilai
signifikan diatas 0,05 maka data residual terdistribusi dengan normal.
Sedangkan jika hasil Kolmogrov-Smirnov
menunjukan nilai signifikan di bawah 0,05 maka data residual terdistribusi
tidak normal.
Uji
homogenitas adalah pengujian mengenai sama tidaknya variansi-variansi dua buah
distribusi atau lebih. Uji homogenitas yang akan dibahas dalam tulisan ini
adalah Uji Homogenitas Variansi dan Uji Bartlett. Uji homogenitas dilakukan
untuk mengetahui apakah data dalam variabel X dan Y bersifat homogen atau
tidak.Seperti pada uji statistik lainnya, uji homogenitas digunakan sebagai
bahan acuan untuk menentukan keputusan uji statistik berikutnya. Menurut
Widiyanto (2010) dasar atau pedoman pengambilan keputusan dalam uji homogenitas
adalah sebagai berikut:
1.
Jika
nilai signifikansi atau Sig. < 0,05, maka dikatakan bahwa varians dari dua
atau lebih kelompok populasi data adalah tidak sama (tidak homogen).
2.
Jika
nilai signifikansi atau Sig. > 0,05, maka dikatakan bahwa varians dari dua
atau lebih kelompok populasi data adalah sama (homogen).
Secara
umum uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai
hubungan yang linear secara signifikan atau tidak. Korelasi yang baik
seharusnya terdapat hubungan yang linear antara variabel predictor atau
independent (X) dengan variabel kriterium atau dependent (Y). Dalam beberapa
referensi dinyatakan bahwa uji linearitas ini merupakan syarat atau asumsi
sebelum dilakukannya analisis regresi linear. Dasar pengambilan keputusan dalam
uji linearitas, yaitu:
1.
Jika
nilai Deviation from Linearity Sig.
> 0,05, maka ada hubungan yang linear secara signifikan antara variabel independent dengan variabel dependent.
2.
Jika
nilai Deviation from Linearity Sig.<
0,05, maka tidak ada hubungan yang linear secara signifikan antara variabel independent dengan variabel dependent.
Menurut
Sudarmanto dalam Tedi Rusman (2015) Uji asumsi tentang multikolinearitas ini
dimaksudkan untuk membuktikan atau menguji ada tidaknya hubungan yang linear
antara variabel bebas (independen) satu dengan variabel bebas (independen)
lainnya. Pengujian dengan menggunakan analisis regresi linier ganda, maka akan
terdapat dua atau lebih variabel bebas atau variabel independen yang diduga
akan memengaruhi variabel terikatnya (dependen). Pendugaan tersebut akan dapat
dipertanggung jawabkan apabila tidak terjadi hubungan yang linear
(multikoliniearitas) diantara variabel-variabel independen.
Adanya
hubungan yang linear antar variabel independen akan menimbulkan kesulitan dalam
memisahkan pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel
dependennya. Oleh karena itu, harus benar-benar dapat menyatakan bahwa tidak
terjadi adanya hubungan linear diantara variabel-variabel independen tersebut.
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel
independen. Menurut Sarjono Haryadi., dan Julianita Winda (2011) Dasar
pengambilan keputusannya adalah :
1.Jika nilai VIF < 10 maka tidak terjadi
multikolinearitas diantara variabel bebas.
2.Jika nilai VIF > 10 maka terjadi gejala
multikolinearitas diantara variabel bebas.
Metode regersi berganda (multiple regresional) dilakukan
terhadap model yangdiajukan oleh peneliti menggunakan program SPSS untuk
memprediksi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran teoritis yang telah diuraikan
sebelumnya, maka model penelitian yang dibentuk adalah sebagai berikut:
Y= α +β1 X1+β2X2+ β 3X3+e
Keterangan:
Y = Impluse Buying
Behavior
X1 = Hedonic Shopping
Motivation
X2 = Price discount
X3 = Pembayaran Elektronik
α = Konstanta
β = Koefisien Regresi
e = Standar Error
3.10 Pengujian Hipotesis
Uji
hipotesis adalah metode Suatu permyataan mengenai nilai suatu parameter
populasi yang dimaksudkan untuk pengujian dan berguna untuk pengambilan
keputusan (Purwanto, 2015).
3.10.1 Uji Statistik F
Pengujian
ini bertujuan untuk menunjukan apakah semua variabel independen atau bebas yang
dimaksudkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel dependen. Berikut adalah hipotesisnya :
H0
: Impulsive Buying, Kecemasan
Konsumen dan Eskapisme tidak berpengaruh terhadap Compulsive Buying
Ha
: Impulsive Buying, Kecemasan
Konsumen dan Eskapismeberpengaruh terhadap Compulsive
Buying
Uji
F dilakukan dengan membandingkan signifikansi Fhitung dengan Ftabel. Kriteria
pengujian dilakukan dengan cara membandingkan hasil perhitungan F dengan
kriteria sebagai berikut:
Jika
nilai > maka Ho ditolak dan Ha
diterima
Jika
nilai < maka Ho diterimadan Ha
ditolak
1. Menentukan nilai titik kritis untuk F
Tabel pada db1=k dan db2 = n-k-1
2. Menentukan dan membandingkan nilai
probabilitas (sig) dengan nilai α (0,05) dengan kriteria sebagai berikut:
Jika nilai sig < 0,05 maka Ho ditolak
Jika nilai sig > 0,05 maka Ho diterima
3. Menentukan kesimpulan dari hasil uji
hipotesis.
Uji
statistik t pada dasarnya menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas atau independen secara individu dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Berikut adalah hipotesisnya:
1. H0: Tidak terdapat pengaruh antaraimpulsive buying terhadap Compulsive buying
Ha: Terdapat pengaruh antaraimpulsive buyingterhadap compulsive buying
2. H0: Tidak terdapat pengaruh antara
kecemasan konsumen terhadap compulsive
buying
Ha: Terdapat pengaruh antara
kecemasan konsumen terhadap compulsive
buying
3.
H0:
Tidak terdapat pengaruh antara eskapisme terhadapCompulsive buying
Ha: Terdapat pengaruh antara
eskapisme terhadapCompulsive buying
Uji
t dapat juga dilakukan dengan hanya melihat nilai signifikansi t masing-masing
variabel yang terdapat pada output hasil regresi menggunakan SPSS. Jika angka
signifikansi t lebih kecil dari α (0,05) maka dapat dikatakan bahwa ada
pengaruh yang kuat antara variabel independen dengan variabel dependen
(Ghozali, 2011). Uji t dilakukan dengan membandingkan signifikansi thitung
dengan ttabel. Kriteria pengujian dilakukan dengan
cara membandingkan hasil perhitungan uji t dengan kriteria sebagai berikut:
Jika t-hitung >dari t-tabel, maka
Ha diterma dan Ho ditolak.
Jika t-hitung < dari t-tabel,
maka Ha ditolak dan Ho diterima.
1. Menentukan nilai titik
kritis untuk t Tabel pada db1=k dan db2 = n-k-1
2.
Menentukan dan membandingkan nilai probabilitas (sig) dengan nilai α (0,05) dengan kriteria sebagai berikut:
Jika
nilai sig < 0,05 maka Ho ditolak
Jika
nilai sig > 0,05 maka Ho diterima
3. Menentukan kesimpulan dari hasil uji
hipotesis
DAFTAR PUSTAKA
Baron, R., & Kenny, D. (2016). The
Moderator-Mediator Variable Distinction in Social Psychological Research:
Conceptual, Strategic, and Statistical Considerations. Journal of Personality
and Social Psychology, 51(6), 1173-1182., 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Darrat, A. A., Darrat, M. A., & Amyx, D. (2016). How
impulse buying influences compulsive buying: The central role of consumer
anxiety and escapism. Journal of Retailing and Consumer Services, 31,
103–108. Doi:10.1016/j.Jretconser.2016.03.009, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Ghozali, I. (2011). Aplikasi analisis multivariate dengan
program IBM SPSS 19. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.1(6),
2–4.
Hoeve, Ichtiar Baru Van. Shadily, I. B. V. (2014). Ensiklopedia
Indonesia. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.
Irfan Pramana, R., Suprihartini, L., & Wira, W. (2014).
PENGARUH KEAMANAN, HARGA, KELOMPOK REFERENSI, DAN RISIKO KINERJA TERHADAP
KEPUTUSAN PEMBELIAN SECARA ONLINE OLEH MAHASISWA (Studi Pada Mahasiswa
Manajemen Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang Angkatan 2014). Artikel
Skripsi Universitas Maritim Raja Ali Haji, 1–12.
Manggi Asih Lestari dan Meita Santi Budiani. (2014). Hubungan
Antara Kontrol Diri Dengan Pembelian Impulsif Pakaian Pada Mahasiswi Psikologi
Universitas Negeri Surabaya Yang Melakukan Pembelian Secara Online. Psikologi,
02(3), 1–8.
Muchnisa, F., & Sulaiman. (2020). Pengaruh Pembelian
Impulsif Terhadap Kecemasan Konsumen Yang Berdampak Pada Pembelian Kompulsif
Dan Dimediasi Oleh Eskapisme (Studi Kasus Pada Matahari Departement Store Di
Banda Aceh). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Accredited SINTA,
4(1), 236–249. Retrieved from http:jim.unsyiah.ac.id/ekm
Pundian, Y. (2017). Pengaruh impulse buying, consumer
anxiety, dan escapism terhadap perilaku compulsive buying pada konsumen sepatu
di Surabaya. (Doctoral Dissertation, Widya Mandala Catholic University
Surabaya)., 8–11.
0 comments: