LAPORAN HASIL KERJA PRAKTEK
IMPLEMENTASI MANAJEMEN RESIKO KREDIT
TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS KREDIT DALAM MEMINIMALISIR KREDIT BERMASALAH
Disusun oleh :
MUHAMMAD ROMI
1612110030
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
INSTITUT INFORMATIKA & BISNIS
DARMAJAYA
2019
LAPORAN HASIL KERJA PRAKTEK
IMPLEMENTASI MANAJEMEN RESIKO KREDIT
TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS KREDIT DALAM MEMINIMALISIR KREDIT BERMASALAH
Disusun oleh :
MUHAMMAD ROMI
1612110030
Dosen pembimbing :
Ananda Sartika Putri, S.E.,MSM
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
INSTITUT INFORMATIKA & BISNIS
DARMAJAYA
2019
RINGAKASAN
Laporan ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis:
Implementasi Manajemen Risiko Kredit untuk meminimalisir kredit bermasalah pada
Koperasi Bina Mandiri Sejahtera (KBMS) dan untuk mengetahui upaya yang
dilakukan KBMS dalam menangani terjadinya kredit bermasalah. Hasil dari laporan
ini menunjukkan bahwa penerapan manajemen risiko kredit yang meliputi
pengawasan aktif dewan pengawas dan pengurus, kebijakan, prosedur dan penetapan
limit, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan manajemen risiko kredit,
serta sistem pengendalian intern untuk meminimalisir kredit bermasalah pada
Koperasi Bina Mandiri Sejahtera (KBMS) yang telah dilaksanakan dengan baik.
Berdasarkan adanya laporan ini menyarankan agar koperasi menjaga dan
meningkatkan proses pemantauan kredit dan hal ini akan berdampak juga pada
peningkatan kualitas kredit yang dimiliki koperasi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang kerja
praktek
Lembaga
keuangan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan, baik
secara langsung maupun secara tidak langsung, menghimpun dana dari masyarakat
dan menyalurkan kembali kepada masyarakat untuk kegiatan produktif. (Abdullah, 2014). Penyaluran
tersebut berbentuk kredit unutk modal usaha, konsumsi dan investasi. Lembaga
keungan dapat berperan serta secara aktif kepada masyarakat dalam
mendistribusikan dananya untuk kredit usaha. (Wiwoho,2014). Lembaga keuangan
secara umum dibagi kedalam dua jenis yaitu lembaga keuangan perbankan dan
lembaga keuangan non bank (LKNB). Pada praktiknya, lembaga keuangan bank
menghimpun dana dari masyarakat berupa simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit. Sementara itu koperasi menghimpun dana saja
dari anggota dan menyalurkannya kepada anggotanya kembali. (Sari, 2019)
Lembaga
keuangan non bank yang salah satunya koperasi merupakan salah satu lembaga yang berfokus membiayai kegiatan
bisnis usaha micro, kecil dan
menengah (UMKM), hal ini disebabkan
koperasi mampu menyesuikan
ritme dan karakter
yang melekat UMKM . Berdasarkan
hal ini dapat diartikan bahwa bahwa koperasi menjadi lembaga keuangan yang
cukup mempunyai pengaruh dalam UMKM (Sarwoko, 2009). Di Bandar lampung, koperasi
merupakan sebuah lembaga keuangan yang sudah banyak dikenal dimasyarakat dan
banyak mengalami perkembangan dalam beberapa tahun terakhir. Berikut adalah
data yang dipaparkan oleh Dinas koperasi dan UMKM provinsi Lampung.
Tabel 1.1
Perkembangan Koperasi Provinsi Lampung.
Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Lampung
Jumlah Koperasi per 31
Desember 2017 sebanyak 5.325 unit Koperasi. Secara kelembagaan mengalami
peningkatan sebanyak 20 unit Koperasi dari jumlah koperasi per desember 2016
sebanyak 5.305 unit. Berdasarkan hal tersebut total koperasi yang ada sejumlah
5.320 unit Koperasi, terdiri dari 3.121 (58,61%) Koperasi yang aktif dan 2.204
(41,39%) Koperasi yang tidak aktif. Adapun jumlah anggota koperasi sampai
dengan saat ini sebesar 887.537 orang anggota dengan penyerapan tenaga kerja
sejumlah 5.520 orang tenaga kerja (karyawan+manager). Jumlah UMKM per 31
Desember 2017 sebanyak 99.307 unit. Secara kuantitas mengalami peningkatan
sebesar 4.149 unit.
Berdasarkan
hal tersebut koperasi mempunyai
peranan yang sangat
penting bagi semua kalangan masyarakat
dalam melakukan transaksi keuangan. Perkembangan koperasi
saat ini didukung
oleh perkembangan UMKM di Lampung
khususnya di kota Bandar Lampung. Seiring
dengan meningkatnya perekonomian masyarakat di Bandar Lampung ,koperasi diharapkan
dapat membantu didalam penyediaan
dana untuk membiayai dan
mengembangkan usaha industri, pertanian, perdagangan maupun
sektor non keuangan
lainnya. (Juniantara et al., 2015).
Dapat dilihat pada gamabr 1.1 perkembangan UMKM di provinsi Lampung tahun 2017:
Gambar 1.1
Sumber : Pemerintah Provinsi Lampung Dinas Koperasi, Usaha Kecil Dan Menengah, 2017
Jumlah
UMKM per 31 Desember 2016 sebanyak 95.158 unit atau meningkat sebesar 60,25%
pada tahun 2017. Hal ini membuktikan perkembangan UMKM di provinsi Lampung
sangat besar. Usaha micro, kecil dan menengah (UMKM) memberikan kontribusi yang
segnifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan daya
serap UMKM terhadap tenaga kerja yang sangat besar dan dekat dengan rakyat
kecil. Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) merupakan salah satu bidang yang memberikan kontribusi yang segnifikan dalam
memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan daya serap UMKM
terhadap tenaga kerja yang sangat besar dan dekat dengan rakyat kecil.
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu
unit usaha. Kurangnya permodalan UMKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan
menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup,
yang mengandalkan pada modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas,
sedangkan modal pinjaman dari koperasi atau lembaga keuangan lainnya sulit
diperoleh, karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh
koperasi tidak dapat dipenuhi. (Jauhari, 2014).
Usaha
Mikro Kecil Menengah (UMKM) Secara keseluruhan memiliki andil yang sangat besar
dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarkat. Pada dasarnya hambatan dan
rintangan yang dihadapi para pengusaha UMKM dalam meningkatkan kemampuannya
usaha sangat kompleks dan meliputi berbagai aspek yang mana salah satu dengan
yang lainnya saling berkaitan antara lain; kurangnya permodalan baik jumlah
maupun sumbernya, kurangnya kemampuan manajerial dan keterampilan beroperasi
serta tidak adanya bentuk formil dari perusahaan, lemahnya organisasi dan
terbatasnya pemasaran. Disamping ini juga terdapat persaingan yang kurang sehat
dan desakan ekonomi sehingga mengakibatkan ruang lingkup usaha menjadi
terbatas. (Sari, 2019)
Perkembangan
lembaga pembiayaan UMKM terjadi seiring dengan perkembangan UMKM serta masih
banyaknya hambatan UMKM dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan dari
lembaga-lembaga keuangan formal. Selain itu berkembangnya lembaga pembiayaan
ini juga tidak terlepas dari karakterisitiknya yang memberikan kemudahan kepada
pelaku UMKM dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan. Hampir seluruh UMKM
mengeluhkan sulitnya mendapatkan pembiayaan dari perbankaan karena ada
ketentuan jaminan. permodalan UMKM hingga kini lebih banyak menggantungkan pada
pemupukan modal sendiri (self financing) yang
sangat terbatas. Sebagian besar UMKM yang didefinisikan unbankable group merupakan usaha yang sulit tersentuh oleh
perbankan. Hal ini membutuhkan peran koperasi sebagai penghubung dan mitra
dalam membangun hubungan dengan perkoperasian. (Panjaitan,2019).
Salah
satu usaha dari lembaga keuangan adalah memberikan fasilitas kredit kepada
nasabah. Kredit modal usaha merupakan salah satu dari jenis-jenis kredit yang
diberikan oleh pihak kreditur kepada nasabah untuk membiayai operasionalisasi
perusahaan agar aktivitas perusahaan dapat berjalan dengan baik. Kredit modal
usaha adalah kredit yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja
perusahaan. Prinsip dari modal usaha ini
adalah penggunaan modal yang akan habis dalam satu siklus usaha, yaitu dimulai
dari perolehan uang tunai dari kredit koperasi kemudian digunakan untuk membeli
barang dagangan atau bahan-bahan baku, kemudian diproses menjadi barang jadi
lalu dijual baik secara tunai ataupun kredit, dan selanjutnya memperoleh uang
tunai kembali. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, perusahaan
membutuhkan dana yang cukup untuk menjamin kelangsungan operasinya tersebut. (Inayah et al., 2014).
Telah
banyak lembaga keuangan bank atau non bank yang menawarkan kredit untuk modal
usaha bagi para pelaku usaha, dengan tingkat suku bunga bersaing dan prosedur
yang mudah. Ritonga dan Firdaus (2003) menyatakan bahwa kredit modal untuk
usaha atau kredit produktif, yaitu kredit yang digunakan untuk meningkatkan
usaha. Kredit modal usaha ini khusus diberikan kepada pelaku usaha, yang akan
mengembangkan usahanya atau meningkatkan produktivitas usaha.
Dalam
rangka menjalankan fungsinya sebagai penyalur kredit, Koperasi Bina Mandiri
Sejahtera (KBMS) sebagai lembaga keuangan non bank tentunya mempunyai resiko.
Resiko tersebut umumnya berupa kredit bermasalah. Kredit bermasalah tidak dapat
dihindari bagi setiap lembaga keuangan. (Bintari, et all. 2013).
Risiko dan
lembaga keuangan merupakan
dua hal yang
tidak dapat dipisahkan satu
sama lainnya, karena
tanpa adanya keberanian
untuk mengambil risiko maka
tidak akan pernah
ada lembaga keuangan.
Hal ini dapat
dipahami karena setiap usaha
maupun kegiatan yang
dilakukan dapat dipastikan
akan memiliki suatu risiko,
baik risiko yang
dapat ditangani maupun
risiko yang sulit ditangani. Oleh
karena itu perlu
adanya pengendalian risiko
agar kegiatan koperasi
tetap berjalan seperti
yang diharapkan, pengendalian
risiko tersebut dapat dilakukan
melalui sebuah proses manajemen risiko. (Hasibuan et
al., 2019)
Mengingat dampak
yang timbulkan kredit
macet sangat berpengaruh pada
performa koperasi, maka kredit macet / bermasalah tersebut harus segera
diatasi. Untuk itu koperasi seharusnya dapat mengelola manajemen risiko
dengan baik. Manajemen
risiko merupakan suatu
bidang ilmu yang
membahas tentang bagaimana suatu
organisasi menerapkan ukuran
dalam memetakan berbagai permasalahan
yang ada dengan
menempatkan berbagai pendekatan manajemen secara komprehensif dan
sistematis. (Hasibuan
et al., 2019)
Dalam pelaksanaan kerja
praktek, mahasiswa dituntut melakukan pengamatan terhadap suatu kegiatan di
lapangan, sehingga mahasiswa diharapkan dapat mengetahui kegiatan di lapangan
secara langsung dan mampu mengaitkannya dengan teori dan praktek yang di dapat
dibangku kuliah. Pentingnya Kerja Praktek ini adalah agar mahasiswa dapat
membantu memecahkan permasalahan yang ada di lapangan dengan memberikan solusi
yang tepat sehingga program kerja yang di buat bermanfaat bagi perusahaan.
Selama mengikuti kerja
praktek, di samping melakukan pengamatan langsung juga sedapat mungkin ikut
aktif di lapangan, sehingga diharapkan dapat membantu menyelesaikan
permasalahan yang terjadi selama pelaksanaan kegiatan tersebut, yang pada
akhirnya dapat meningkatkan skill dan kemampuan serta profesionalisme kinerja.
Dengan demikian akan menumbuhkan sikap mandiri dan kritis dalam diri manusia
tersebut serta diharapkan mahasiswa dapat mengembangkan kreatifitasnya di
lapangan. Selain itu, diharapkan program kerja yang di buat oleh masing – masing
mahasiswa dapat terus digunakan oleh perusahaan meskipun periode KP telah
berakhir, dengan demikian program kerja mahasiswa memang benar di butuhkan dan
bermanfat bagi perusahaan.
Dalam penyusunan program
kerja yang sesuai dengan bidang akademik masing – masing mahasiswa, penulis
memiliki beberapa program kerja yang sesuai dengan kebutuhan Koperasi Bina
Mandiri Sejahtera (KBMS), program kerja ini akan sangat bermanfaat bagi
perusahaan tersebut karena program kerja ini mengaplikasikan bagaimana implementasi
manajemen resiko kredit dalam meningkatkan kualitas kredit dalam meminimalisir
kredit bermasalah.
Berdasarkan uraian di atas,
dalam pelaksanaan kerja praktek di Koperasi Bina Mandiri Sejahtera (KBMS)
penulis menemukan permasalahan terkait dengan resiko kredit UMKM yang akan
mengakibatkan kredit bermasalah pada proses penyalurannya. Salah satu faktor
dari resiko kredit tersebut adalah pengoptimalisasian kualitas kredit yang
dimiliki KBMS. Hal ini diperlukan manajemen resiko kredit yang baik untuk mengatasi
kredit bermasalah yang akan timbul. Penulis akan mengimplementasikan manajemen
resiko kredit untuk meminimalisir kredit bermasalah melalui beberapa program
kerja. Laporan ini ditulis untuk memberikan gambaran bagaimana penulis
menerapkan manajemen resiko kredit di KBMS dalam upaya meningkatkan kualitas
kredit dalam rangka mengatasi kredit bermasalah sehingga kredit bermasalah
dapat diminimalisir.
1.2
Ruang Lingkup Kerja
Program Kerja Praktek
Ruang lingkup laporan program kerja selama kerja praktek adalah
manajemen resiko kredit yang diterapkan di KBMS. Manajemen risiko kredit
merupakan kebijakan dan strategi lembaga keuangan yang mencerminkan tingkat
toleransi terhadap risiko kredit yang mungkin terjadi pada tingkat keuntungan
yang diharapkan. Pelaksanaan manajemen risiko kredit sangat perlu diterapkan
secara berkesinambungan seiring dengan adanya risiko tunggakan kredit yang
semakin meningkat. Pihak KBMS perlu secara aktif dalam melakukan peninjauan
nasabah yang kemungkinan akan mengalami penunggakan kredit sehingga pihak
koperasi dapat mengantisipasi sejak awal.
Penulis disini ditempatkan pada posisi Credit officer yang mempunyai tugas memproses berkas pengajuan
kredit dengan melakukan survey dan
wawancara langsung di tempat usaha calon nasabah untuk menilai kelayakan jenis
usaha dalam memenuhi kriteria peminjam. Dalam prosedurnya, kebijakan dan
penetapan limit serta proses pengidentifikasi kelayakan usaha merupakan bagian
dari manajemen resiko kredit KBMS.
1.3
Manfaat dan Tujuan Program Kerja Praktek
1.3.1
Manfaat Praktek Kerja Lapangan
Bagi Koperasi Bina Mandiri Sejahtera (KBMS)
●
Membantu menyelesaikan pekerjaan sehari-hari di perusahaan tempat
pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan
●
Sebagai sarana kerjasama antara perusahaan dengan fakultas Ekonomi
perguruan tinggi IIB Darmajaya di masa yang akan datang.
●
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan
pemikiran kepada Koperasi
Bina Mandiri Sejahtera dan dalam menentukan strategi
penyaluran kredit dan peningkatan kualitas kredit..
●
Membantu Koperasi Bina Mandiri Sejahtera (KBMS) dalam menetapkan
kebijakan prosedur pemberian kredit untuk meminimalisir kredit bermasalah.
●
Meningkatkan kualitas kredit KBMS untuk meredusisasi timbulnya
masalah kredit.
Bagi Kampus IIB
Darmajaya
●
Sebagai bahan evaluasi kurikulum yang telah diterapkan, serta
menemukan penyesuaiannya dengan kebutuhan tenaga kerja yang kompeten dalam
bidangnya.
●
Sebagai referensi dan bahan perbandingan bagi proposal
selanjutnya.
●
Menambah referensi perpustakaan IBI Darmajaya khususnya program
studi manajemen.
Bagi Mahasiswa
●
Dapat mengetahui lebih jauh realita ilmu yang telah diterima
diperkuliahan dengan kenyataan dilapangan.
●
Memperdalam dan meningkatkan keterampilan dan kreativitas diri
dalam lingkungan yang sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya.
●
Dapat mempersiapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk
menyesuaikan diri dalam lingkungan kerjanya dimasa yang akan datang.
●
Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman.
●
Para mahasiswa umumnya lebih puas ketimbang dengan pembelajaran
yang sifatnya teoritis.
●
Dapat meningkatan keterampilan dan sikap kerja para mahasiswa.
1.3.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan
Tujuan dilakukannya
Kerja Praktik diantaranya:
1.
Untuk memenuhi syarat mata kuliah Praktek Kerja Lapangan.
2.
Menambah wawasan dan pengalaman kerja sebagai bekal kerja di dunia bisnis sesuai dengan keahlian yang
dimiliki.
3.
Meningkatkan hubungan kerjasama yang baik antara IIB Darmajaya
dengan berbagai instansi.
4.
Dapat mempraktekan teori-teori yang telah diajarkan secara
langsung.
5.
Meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai praktek dalam dunia
kerja sehingga dapat memberikan bekal kepada mahasiswa untuk terjun langsung
kelapangan.
1.4
Tempat dan Waktu Pelaksanaan Program
Dalam
pelaksanaan program kerja praktek, penulis ditempatkan pada Koperasi Bina
Mandiri Sejahtera (KBMS) yang beralamat di Jl. Pattimura No.27 Kupang Kota
Teluk Betung Utara Bandar Lampung. Selama 28 hari dari tanggal 20 Agustus 2019
sampai dengan 20 September 2019. Penulis diposisikan pada bagian account oficer selama melaksanakan praktik kerja.
1.5
Sistematika Penulisan
Sistematika
penulisan yang digunakan dalam penyusunan laporan kerja praktek adalah sebagai
berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab
ini menerangkan tentang latar belakang kerja praktek secara umum, ruang lingkup
kerja program apprentice/kerja
praktek, manfaat dan tujuan kerja praktek, tempat dan waktu pelaksanaan program
kerja, dan sistematika penulisan.
BAB II : GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Bab ini
menguraikan tentang sejarah perusahaan yang menceritakan terbentuknya
perusahaan hingga berkembang sampai saat ini, visi dan misi perusahaan, bidang
usaha/kegiatan utama dari Koperasi Bina Mandiri Sejahtera, lokasi perusahaan
dan struktur organisasi.
BAB III : PERMASALAHAN PERUSAHAAN
Pada bab
ini penulis menganalisa permasalahan apa yang terjadi dalam perusahaan, setelah
menganalisa tentunya penulis menemukan beberapa temuan masalah yang selanjutnya
membuat perumusan dari masalah tersebut sehingga membentuk kerangka pemecahan
masalah yang ada. Dalam bab ini juga dijelaskan tentang landasan teori sebagai
acuan dari rancangan program yang akan dibuat oleh mahasiswa.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian ini
berisi hasil uraian hasil analisis yang diperoleh berkaitan dengan landasan
teori yang relevan dan pembahasan hasil analisis mengenai perluasan area
penyaluran kredit Koperasi Bina Mandiri Sejahtera (KBMS).
BAB V : SIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab
ini penulis berusaha untuk menarik beberapa simpulan yang penting dari semua
uraian dalam bab-bab sebelumnya dan memberikan saran-saran yang dianggap perlu
untuk perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB
II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1
Sejarah Koperasi Bina Mandiri Sejahtera (KBMS)
Koperasi
Bina Mandiri Sejahtera (KBMS) adalah salah satu koperasi yang beroperasi di
kota Bandar Lampug dan sudah berdiri sejak 23 Maret 2003. KBMS didirikan oleh
bapak Setiawan dan bapak Sumarsono, yang pada saat itu KBMS beranggotakan 30
orang dan berasal dari berbagai profesi yang berbeda. KBMS tidak mengalami
perubahan keanggotaan yaitu 30 orang dan dipimpin oleh bapak Setiawan, bapak
Edy Rianto sebagai sekretatirs dan bapak Aris Darmono sebagai bendahara. Pada
saat ini KBMS dikelola oleh 8 orang yang terdiri dari 3 orang staff dan 5 orang
fasilitator.
Koperasi
Bina Mandiri Sejahtera (KBMS) adalah lembaga koperasi yang berfokus pada
perkembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) hal ini dikarenakan KBMS
memiliki komitmen dalam upaya meningkatkan peran dan kepedulian terhadap usaha
kecil. Perbedaan latar belakang profesi yang dimiliki para anggota KBMS ini
diharapkan dapat mewujudkan sebuah strategi kekuatan (Synergi of power) untuk menerjemahkan makna “Capital Sharing” yang menjadi landasan acuan pendirian koperasi
ini.
Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa koperasi pada dasarnya “ anggota untuk
anggota” dari prinsip koperasi disebutkan bahwa dari anggota untuk anggota dan
di bentuk untuk mensejahterakan anggotanya. Prinsip koperasi telah dijelaskan
pada UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yaitu sebagai berikut :
1.
Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
Prinsip
utama koperasi adalah keanggotaannya yang bersifat sukarela dan terbuka.
Keanggotaan bersifat terbuka sehingga siapa saja boleh bergabung menjadi
anggota koperasi, tanpa memandang status sosial atau sosial ekonomi orang
tersebut. Tiap anggota juga secara sukarela memberikan modalnya sendiri-sendiri
tanpa ada paksaan. Nantinya modal dari anggota akan digabungkan sebagai usaha
bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
2.
Pengelolaan dilakukan secara demokrasi
Dalam
Pengelolaan dilakukan secara demokrasi, koperasi membentuk struktur organisasi
dengan landasan asas kekeluargaan. Tiap anggota koperasi bebas berpendapat
sesuai dengan kaidah dan aturan yang jelas berdasarkan prinsip koperasi sebagai
gerakan ekonomi rakyat. Hal tersebut berlaku pada tiap kegiatan koperasi
seperti penyelenggaraan rapat anggota, pembentukan pengawas, penentuan pengurus
dan penunjukkan pengelola sebagai karyawan yang bekerja di koperasi.
3.
Pembagian SHU
Pembagian
SHU dilakukan secara adil sesuai dengan besarnya jasa usaha tiap anggota.
Tujuan utama koperasi secara khusus adalah untuk mensejahterakan anggotanya.
Untuk dapat memenuhi tujuan tersebut, maka harus dilakukan pembagian sisa hasil
usaha (SHU) secara adil dan merata kepada semua anggota koperasi. Pembagian
sisa hasil usaha juga ditentukan pada besarnya jasa usaha dari masing-masing
anggota sehingga menjadi lebih adil dan setara.
4.
Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.
Prinsip
koperasi berikutnya adalah pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.
Koperasi memberikan timbal balik pada anggota-anggota yang telah menanamkan
modal atau mempercayakan koperasi dalam mengelola modal tersebut dalam
koperasi.Pemberian balas jasa disesuaikan dengan besarnya modal yang tersedia
dengan asas keadilan, keseimbangan dan keterbatasan secara transparan.
5.
Kemandirian.
Prinsip
koperasi salah satunya adalah kemandirian. Artinya koperasi bersifat mandiri
dan tidak berada di bawah naungan organisasi lain serta tidak mengandalkan
instasi lain. Koperasi berdiri sendiri dan mandiri dalam membentuk struktur
organisasinya. Tiap anggota mempunyai peran, tugas dan tanggung jawab
masing-masing atas setiap usaha itu sendiri dengan berperan aktif pada tiap
tugas yang diberikan.
6.
Pendidikan Perkoperasian.
Arah dan
tujuan koperasi untuk dapat bekerjasama mengelola kegiatan yang bersifat
positif. Untuk mewujudkannya diperlukan keahlian dalam pendidikan
pengkoperasian dalam penerapannya. Pendidikan perkoperasian memberikan bekal
kemampuan bekerja setelah terjun dalam masyarakat. Melalui usaha-usaha
pendidikan perkoperasian dan partisipasi anggota akan sangat dihargain dan
dianjurkan dalam berkehidupan koperasi.
7.
Kerjasama Antar Koperasi.
Koperasi
menerapkan sikap mandiri, namun dalam menjalankan kegiatan usahanya tetap harus
menjalin hubungan dan kerjasama. Kegiatan kerjasama antar koperasi satu dengan
koperasi lainnya diperlukan guna mewujudkan dan mengembangkan perekonomian
nasional.
2.2 VISI DAN MISI PERUSAHAAN
Visi
Visi
pendirian koperasi adalah “ menjadikan
KBMS sebagai sebuah model koperasi andalan yang sehat dan tangguh di Propinsi
Lampung “.
Misi
●
Membangun Komitmen dan persepsi yang sama
dari pengurus anggota maupun seluruh jajaran karywan KBMS
●
Senantiasa memperkuat struktur modal
dengan rekruitmen anggota secara selektif
●
KBMS akan menjadi wahana berkumpul para
profesional untuk melakukan “Capital Sharing” dalam rangka ikut berpartisipasi
membangun ekonomi kerakyatan di Propinsi Lampung
●
menjadikan KBMS sebagai Infra struktur
keuangan yang berorientasi kepada usaha pembanguan ekonomi kerakyatan.
●
KBMS dibangun untuk menjadi sebuah
lembaga intermediasi dengan menghimpun dana dari para anggota KBMS ataupun
sumber dana lainnya untuk disalurkan kepada masyarakat ekonomi kecil/micro yang
memerlukan.
●
menyediakan lapangan kerja melalui
mekanisme rekruitmen SDM yang baik.
●
Memberikan hasil terbaik bagi para
anggota Koperasi dan Kesejahteraan bagi para karyawannya.
2.3
Bidang Usaha/Kegiatan Utama Perusahaan
Koperasi
Bina Mandiri Sejahtera bergerak dalam usaha simpan pinjam memberikan pelayanan
berupa simpanan uang anggota yang kemudian dikelola oleh koperasi dan
memberikan jasa berupa pinjaman kepada anggota yang biasanya digunakan untuk
usaha atau keperluan anggota koperasi. Koperasi ini beranggotakan dari 30 orang
dengan berbagai latar belakang dan memiliki kapabilitas di bidangnya.
Sesuai
ketentuan dalam UU Koperasi, prinsip dasar koperasi simpan pinjam ini adalah
memiliki anggota dengan sifat terbuka dan sukarela, dikelola secara mandiri
dengan cara yang demokratis. Kekuasaan tertinggi ada pada Rapat Anggota.
Keuntungan koperasi dalam bentuk Sisa Hasil Usaha (SHU) dibagi secara adil
sesuai kesepakatan dalam Rapat Anggota. Dalam menjalankan usaha, koperasi
memiliki modal yang terdiri dari:
●
Simpanan
Pokok yang dibayarkan pertama kali oleh anggota koperasi dan hanya sekali saja
●
Simpanan
Wajib yang dibayarkan oleh anggota setiap bulannya
●
Simpanan
Sukarela yang mirip seperti tabungan dengan jumlah dan waktu simpanan tidak
ditentukan
●
Dana
cadangan yang merupakan sisa hasil usaha yang tidak dibagikan ke anggota namun
digunakan untuk menambah modal usaha koperasi
●
Modal
pinjaman yang dilakukan oleh pengurus koperasi ke pihak lain seperti Koperasi,
atau lembaga penyalur dana lainnya
Pada awalnya koperasi fokus pada
anggota saja, baik dalam hal simpan maupun pinjam. Namun pada perkembangan
usaha selanjutnya ada produk pinjaman yang khusus anggota atau bisa juga non
anggota namun saat akan meminjam koperasi statusnya adalah calon anggota
koperasi. Berikut berbagai produk simpaman dan pinjaman Koperasi Bina Mandiri
Sejahtera (KBMS).
2.3.1
Produk Simpanan
a.
Simpanan Mandiri Sejahtera
(Simantera)
Simpanan
Mandiri Sejahtera merupakan sebuah produk tabungan yang memberikan tingkat suku
bunga yang cukup menarik. Produk Simpanan ini diperuntukan hanya untuk para
anggota saja dengan suku bunga 8% pertahun dengan sistem yang sama pada produk
tabungan di koperasi.
b.
Sakabima
Simpanan
berjangka Bina Mandiri adalah sebuah Produk simpanan berjangka (deposito)
dengan tingkat suku bunga yang jauh lebih menguntungkan dibanding dengan suku
bunga perkoperasian. Dengan suku bunga 10% untuk simpanan berjangka 6 bulan dan
12% untuk simpanan berjangka 1 tahun.
2.3.2
Produk Pinjaman
a.
Kukubima
Kukubima adalah produk pinjaman yang ditujukan untuk kelompok UMKM
. Fasilitas kredit ini diperuntukkan bagi UMKM dan mereka yang berpenghasilan
tetap, yang ingin berinvestasi maupun meningkatkan usahanya. Angsuran secara
bulanan dengan jangka waktu maksimal 48 bulan dan plafond sebanyak-banyknya Rp.
15.000.000,- . Proses Administrasi sangat mudah, murah dan cepat.
b.
Kukupendawa
Kukupendawa adalah produk pinjaman bagi anggota yang mempunyai
keperluan penting dalam keluarga. Fasilitas kredit ini hanya diperuntukan
khusus bagi Anggota Koperasi yang memerlukan kebutuhan mendadak untuk keperluan
penting dalam keluarga, usaha dan lainnya. Dengan bunga 1,75% dari saldo
tersisa (anuitas).
c.
Kredit Harian Tanpa Bunga (KHTB)
KHTB adalah produk pinjaman yang diperuntukkan bagi kelompok usaha
mikro yang membutuhkan dana maksimal hanya Rp. 3.000.000,-. Tersedia dalam
jangka waktu 40 hari. debitur hanya di pungut biaya administrasi dengan
angsuran tanpa bunga.
2.4
Lokasi Perusahaan
Gambar 2.1
Jl. Patimura No.27,
Kupang Kota, Kec. Tlk. Betung Utara, Kota Bandar Lampung, Lampung 35211 Telepon: (0721) 486715.
2.5
Struktur Organisasi Koperasi Bina Mandiri Sejahtera Lampung
Organisaisi
koperasi yang telah terbentuk memerlukan pelaksanaan manajemen koperasi
diantaranya mengenai Bagan Struktur Organisais yang relevan, perangkat dan
fungsi organisasai koeperasi. Bagan struktur organisasi koperasi menggambarkan
sususnan, isi dan luas cakupan organisasi koperasi, serta menjelaskan posisi
daripada fungsi beserta tugas maupun kewajiban setiap fungsi, hubungan kerja
dan tanggung jawab yang jelas. Landasan pembuatan struktur organisasi adalah
sebagai berikut:
1.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
2.
Anggaran Dana dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi.
3.
Keputusan Rapat.
Gambar 2.3
Struktur
Organisasi Koperasi Bina Mandiri Sejahtera
2.5.1 Rapat Anggota Tahunan (RAT)
Anggota
memiliki kekuasaan tertinggi dalam koperasi, yang tercermin dalam forum rapat
anggota, sering kali secara teknis disebut Rapat Anggota Tahunan (RAT). Fungsi
rapat anggota adalah :
●
Menetapkan Anggaran Dasar/ART.
●
Menetapkan Kebijaksanaan Umum di bidang organisasi, manajemen dan
usaha koperasi.
●
Menyelenggarakan pemilihan, pengangkatan, pemberhentian, pengurus
dan atau pengawas.
●
Menetapkan Rencana Kerja, Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Koperasi serta pengesahan Laporan Keuangan.
●
Mengesahkan Laporan Pertanggung-jawaban Pengurus dan Pengawas
dalam melaksanakan tugasnya.
●
Menentukan pembagian Sisa Hasil Usaha.
●
Menetapkan keputusan penggabungan, peleburan, dana pembubaran
Koperasi.
2.5.2 Badan Pengurus
Pengurus
dipilih dari dan oleh anggota koperasi, dan berperan mewakili anggota dalam
menjalankan kegiatan organisasi maupun usaha koperasi. Pengurus dapat menunjuk
manajer dan karyawan sebagai pengelola untuk menjalankan fungsi usaha sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang ada, sebagaimana jelas tercantum dalam pasal 32
UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Pengurus memperoleh wewenang dan
kekuasaan dari hasil keputusan RAT Pengurus berkewajiban melaksanakan seluruh
keputusan RAT guna memberikan manfaat kepada anggota koperasi. Pengurus
merumuskan berbagai kebijaksanaan yang harus dilakukan pengelola (Tim
Manajemen) dan menjalankan tugas-tugasnya yaitu sebagai berikut :
●
Mengelola organisasi koperasi dan usahanya
●
Membuat dan mengajukan Rancangan Program Kerja Serta Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi (RAPBK).
●
Menyelenggarakan rapat anggota
●
Mengajukan laporan keuangan dan pertanggung jawaban pelaksanaan
tugas.
●
Menyelenggarakan pembukaan keuangan dan invetaris secara tertib.
●
Memelihara daftar buku anggota, buku pengurus dan pengawas.
●
Memberikan pelayanan kepada anggota koperasi dan masyarakat.
●
Mendelegasikan tugas kepada manajer
●
Meningkatkan pengetahuan perangkat pelaksanaan dan anggota.
●
Meningkatkan penyuluhan dan pendidikan kepada anggota
●
Mencatat mulai sampai dengan berakhirnya masa kepengurusan
pengawas dan pengurus.
●
Mencatat masuk dan keluarnya anggota
2.5.3 Badan Pengawas
Badan
Pengawas sebagai salah satu perangkat organisasi koperasi diangkat dari dan
oleh Anggota dalam rapat anggota tahunan, sesuai pasal 38 UU No. 25 Tahun 1992.
Berdasarkan ketentuan Pasal 39 UU No.25 Tahun 1992, fungsi tugas dan wewenang
pengawas antara lain :
●
Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan
pengurus dan pengelola koperasi.
●
Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.
●
Meneliti catatan yang ada pada koperasi.
●
Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.
●
Merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga.
●
Memeriksa sewaktu-waktu tentang keuangan dengan membuat berita
acara pemeriksaannya.
●
Memberikan saran dan pendapat serta usul kepada pengurus atau
Rapat Anggota mengenai hal yang menyangkut kehidupan koperasi.
●
Memperolah biaya-biaya dalam rangka menjalankan tugas sesuai
dengan keputusan rapat anggota.
●
Mempertanggungjawabkan hasil pemeriksaannya pada RAT.
Keterkaitan
antara peran pengawas dan pengurus adalah dalam hal pelaporan adalah dalam hal
pelaporan hasil audit. Pengawas melaporkan hasil audit dan rekomendasi
pelaksanaan kebijakan dan Keputusan Rapat Anggota yang telah di laksanakan oleh
pengurus koperasi baik auditr berkala maupun audit akhir tahun buku. Hasil
audit yang dilaporkan dari pengawas adalah mengenai kesesuaian dan kebenaran
data dan informasi yang dilaporkan dari pengawas adalah mengenai kesesuaian dan
kebenaran data dan informasi yang dilaporkan Pengurus koperasi dengan bukti –
bukti pendukungnya. Adapun beberapa hasil audit yang dilaporkan pengawas adalah
:
●
Pelaksanaan anggaran dasar di Koperasi;
●
Pelaksanaan Kepeutusan RAT;
●
Audit manajemen (pelaksanaan standar operasional produser,
deskripsi jabatan, dan disiplin kerja);
●
Audit keuangan (ada tidaknya penyimpangan keuangan oleh pengurus);
●
Audit fisik (inventaris, dan kas)
2.5.4 Pengelola (Manajer)
Manajer
dipilih dan diangkat oleh pengurus untuk melakukan fungsi pengelolaan
operasional usah koperasi. Kewajiban manajer antara lain :
●
Melaksanakan kebijakan operasional yang telah ditetapkan Pengurus.
●
Memimpin dan mengkoordinir pelaksanaan kegiatan – kegiatan di unit
– unit usaha.
●
Membimbing dan mengarahkan tugas – tugas karyawan yang dibawahnya
seefisien mungkin menuju karyawan yang berkualitas.
●
Mengusulkan kepada pengurus tentang pengangkatan dan atau
pemberhentian karyawan dalam lingkungan tugasnya.
●
Menyusun program kerja dan RAPBK tahunan untuk disampaikan kepada
pengurus sebelum dimulainya rencana dan anggaran yang baru, dan selanjutnya
evaluasi sekaligus perencanaan bagi pengurus untuk disampaikan dalam rapat
anggota.
●
Membuat laporan pertanggungjawaban kerja secara tertulis setiap
akhir bulan and tahun.
●
Melaksanakan dokumen-dokumen usaha atau organisasi koperasi.
Fungsi utama Manajer :
1)
Melaksanakan tugas segari – hari di bidang usaha.
2)
Bertanggungjawab atas administrasi kegiatan usaha dan organisasi koperasi.
3)
Mengembangkan dan mengelola usaha untuk mencapai tujuan secara efektif dan
efisien.
Perlunya
manajer dalam koperasi keberadaan manajer dalam koperasi diharapkan usaha
koperasi akan dapat berkembang lebih maju. Manajer diperlukan bagi koperasi :
1) Untuk
mengelola usaha koperasi memerlukan keahlian sesuai dengan bidang usaha
koperasi, selain untuk menunjang fungsi pengurus yang umumnya dipilih oleh
anggota berdasarkan atas kepercayaan.
2)
Pengelolaan usaha koperasi memerlukan tindakan yang berkeseimbangan sepanjang
tindakan yangberkesinambungan sepanjang waktun sejalan dengan keberadaan
koperasi itu, sementara pengurus dipilih untuk jangka waktu tertentu (ada
batasan waktu kepengurusan).
3)
Pengurus umumnya tidak dapat mencurahkan tenaga atau pikirannya secara penuh
dalam koperasi, karena biasanya pengurus memiliki tugas pokoknya, sehingga
manajer diperlukan untuk mengoperasionalisasikan usaha koperasi lebih efektif
dan mencapai tujuannya.
Hubungan kerja antara pengurus dan
manajer.
Pada
hubungan antara pengurus dengan manajer harus memiliki kesatuan pendangan dan
kesatuan gerak untuk mengenai usaha koperasi dan tercapainya tujuan koperasi.
Dalam rangka menjaga keseimbangan dan keselarasan usaha koperasi dilakukan
tugas dan tanggung jawab sejelas-jelasnya, antara lain :
●
Pertanggung jawaban teknis operasional oleh pengurus diserahkan
kepada manajer, sekalipun pertanggungjawaban terakhir kepada anggota dilakukan
pengurus.
●
Pengurus hanya memutuskan hal-hal yang sifatnya kebijaksanaan,
sedangkan manajer dalam bidang operasionalnya.
●
Pengurus mempunyai wewenang penuh untuk melakukan pengawsan,
pemantauan, penerbitan, penelitian, dan pemeriksaan tentang apa yang dilakukan
manajer.
●
Pengurus tidak perlu mengerjakan hal-hal yang sifatnya operasional
sehari – hari.
BAB
III
PERMASALAHAN PERUSAHAAN
3.1.
Analisa Permasalahan Yang Dihadapi Perusahaan
3.1.1 Temuan Masalah
Dalam
menjalankan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), diperlukan penyaluran
kredit UMKM oleh koperasi. Hal ini memberi kesempatan kepada para pelaku Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah memperoleh kredit/pembiayaan secara langsung untuk
melakukan kegiatan usaha produktif sehingga dapat mengembangkan usahanya
menjadi lebih produktif. Dalam setiap penyaluran kredit terdapat resiko kredit, resiko ini
didefinisikan sebagai resiko kerugian sehubungan dengan pihak peminjam tidak
dapat atau tidak mau memenuhi kewajiban untuk membayar kembali dana yang
dipinjamkannya secara penuh pada saat jatuh tempo atau sesudahnya. Hal ini
dapat menjadi kredit bermasalah. (Widayati et
al., 2019)
Terdapat
beberapa aspek yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah antara lain dari
pihak koperasi itu
sendiri yang kurang teliti
dalam menganalisa calon
nasabah, kelengakapan dokumen
dan adanya kolusi yang
mengakibatkan adanya analisa
yang dilakukan secara
objektif, serta kredit bermasalah dapat terjadi
dikarenakan pihak nasabah itu
sendiri. Pada terdapat faktor
KBMS faktor yang
menyebabkan kredit tersebut bermasalah yaitu
faktor internal dan factor eksternal.
Faktor internal terjadi kerena ketidaktelitian koperasi
pada saat menganalisa
calon nasabah. Lain halnya pula
faktor ekternal terjadi
karena ketidak mampuan nasabah
dalam membayar kembali
dana yang telah
di pinjam dan adanya
ketidak inginan nasabah
dalam membayar kembali
kredit yang dipinjamnya meskipun
nasabah tersebut memilki dana yang cukup.
KBMS
memiliki salah satu produk yang diperuntukkan bagi kelompok usaha mikro dan
kecil yang membutuhkan dana maksimal hanya Rp. 3.000.000,- dalam jangka waktu
40 hari. Debitur hanya di pungut biaya administrasi dengan angsuran tanpa
bunga. Selama penulis melakukan observasi pada bagian Account oficer, penulis menganalisis manajemen resiko kredit yang
diterapkan KBMS banyak menimbulkan kredit bermasalah.
Kredit
bemasalah merupakan kredit yang sejak
jatuh tempo tidak
dapat dilunasi oleh debitur
sebagaimana mestinya sesuai dengan perjanjian. (Widayati et al., 2019). Diperlukan manajemen
resiko yang baik dalam menangani kredit masalah yang timbul. Hal ini
membuat manajemen resiko itu sendiri harus berfokus pada hubungan tata kelola
terhadap strategi untuk mencapai tujuan yang bersifat menyeluruh termasuk
risiko keuangan, sumber daya manusia, insentif dan tata kelola. Resiko kredit
disebut juga resiko kebangkrutan nasabah. Risiko ini meningkat seiring dengan
jumlah pelanggan, jumlah pinjaman yang diberikan dan tingkat suku bunga. Dalam
mengelola risiko ini, koperasi mengikuti persiapan dan analisis dokumen
pinjaman, menetapkan aturan untuk pembagian risiko dan mencari diversifikasi
portofolio pinjaman. Dengan demikian, untuk mencegah gagal bayar yang terjadi
pada nasabah koperasi harus melakukan monitoring terhadap nasabah. Pemantauan
kredit dilakukan oleh petugas kredit dengan cara praktis berdasarkan jadwal di
tingkat cabang, yang ditetapkan oleh komite kredit. Pemantauan pinjaman harus
dilakukan setiap bulan atau kapan pun diperlukan, yaitu setiap kali ada
informasi, situasi ekonomi dan keuangan pelanggan memiliki kecenderungan menurun.
(Siregar,
et all. 2019).
Penulis menemukan pada proses survey masih terdapat ketidaksesuaian
kriteria usaha terhadap penilaian keyalakan usaha yang diterapkan manajemen
risiko kredit KBMS. Hal ini membuat beberapa nasabah gagal membayar
kewajibannya. Selain, terdapat masalah pada manajemen resiko kredit yang
diterapkan KBMS. Kualitas kredit pada produk KBMS juga menjadi faktor
selanjutnya pada timbul kredit
bermasalah. Limit plafon yang diberikan KBMS dirasa masih terlalu kecil untuk
kebutuhan modal para pelaku usaha mikro sehingga membuat perkembangan usaha
mereka terhambat yakni hanya Rp. 3.000.000,-. Dengan terhambatnya kebutuhan
modal ini membuat usaha mereka sulit bergerak dan menyulitkan mereka dalam
membayar kewajibannya.
Bedasarkan temuan beberapa masalah
diatas, penulis membuat 3 (tiga) program untuk meningkatkan manajemen resiko
dan kualitas kredit yang dimiliki Koperasi Bina Mandiri Sejahtera (KBMS) yang
diharapkan dapat meminimalisir kredit bermasalah yang terjadi.
3.1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan
temuan masalah yang terjadi, maka penulis merumusakan masalah dalam penelitian
sebagai berikut;
1.
Bagaimana
dampak kualitas kredit UMKM dalam mempengaruhi perkembangan usaha mikro ?
2.
Faktor apa saja yang dapat menimbulkan kredit bermasalah yang
terjadi di Koperasi Bina Mandiri Sejahtera (KBMS) ?
3.
Bagaimana upaya
koperasi dalam meminimalisir dan mengatasi kredit bermasalah dengan manajemen
resiko kredit yang diterapkannya ?
3.1.3
Kerangka Pemecahan Masalah
3.2
Landasan Teori
3.2.1
Manajemen risiko kredit
Manajemen
risiko kredit merupakan kebijakan dan strategi koperasi yang mencerminkan
tingkat toleransi terhadap risiko kredit yang mungkin terjadi pada tingkat
keuntungan yang diharapkan (Arthesa, 2006). Pelaksanaan manajemen risiko kredit
sangat perlu diterapkan secara berkesinambungan seiring dengan adanya risiko
tunggakan kredit yang semakin meningkat. Pihak koperasi perlu secara aktif
dalam melakukan peninjauan nasabah yang kemungkinan akan mengalami penunggakan
kredit sehingga pihak koperasi dapat mengantisipasi sejak awal. Rivai dan
Veithzal (2010) menjelaskan secara rinci tentang proses penerapan manajemen
risiko kredit, yaitu sebagai berikut:
Pengawasan
aktif dewan komisaris dan direksi.
a. Dewan komisaris
bertanggung jawab dalam melakukan persetujuan dan peninjauan berkala setidaknya
secaratahunan mengenai strategi dan kebijakan risiko kredit pada koperasi.
b. Direksi bertanggung
jawab untuk mengimplementasikan strategi dan mengembangkan kebijakan dan
prosedur dengan mendukung standar pemberian kredit yang sehat, memantau dan
mengendalikan risiko kredit, dan mengidentifikasi serta menangani kredit
bermasalah.
Kebijakan,
Prosedur, dan Penetapan Limit
a. Kriteria pemberian
kredit yang sehat dengan cara koperasi harus mempunyai informasi yang cukup
untuk membantu koperasi dalam menilai secara komperehensif terhadap profil
risiko nasabah.
c. Koperasi harus
memastikan bahwa kerangka kerja atau mekanisme kepatuhan prosedur pendelegasian
dalam pemberian kredit terdapat pemisahan fungsi antara yang melakukan
persetujuan, analisis dan administrasi kredit.
d. Koperasi harus
menetapkan limit untuk seluruh nasabah sebelum melakukan transaksi kredit,
dimana limit tersebut dapat berbeda antara nasabah satu sama lain.
Proses
Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Sistem Informasi Manajemen Risiko
Kredit
a. Koperasi harus
mengidentifikasi risiko kredit yang melekat pada seluruh produk dan
aktivitasnya. Kegiatan perkreditan dan jasa pembiayaan perdagangan harus
memperhatikan kondisi keuangan nasabah dan ketepatan waktu membayar.
b. Sistem pengukuran risiko
kredit mempertimbangkan karakteristik setiap jenis risiko transaksi kredit,
kondisi keuangan nasabah, jangka waktu kredit, aspek jaminan, potensi
terjadinya kegagalan (default), dan
kemampuan koperasi untuk menyerap potensi kegagalan.
a. Koperasi harus
mengembangkan dan menerapkan sistem informasi dan prosedur untuk memantau
kondisi setiap nasabah.
b. Koperasi harus memiliki
sitem informasi manajemen yang menyediakan laporan dan data secara akurat dan
tepat waktu untuk mendukung pengambilan keputusan oleh direksi dan pejabat
lainnya serta menyediakan data mengenai jumlah seluruh exposure kredit.
Sistem
Pengendalian Intern
a. Koperasi harus melakukan
kaji ulang terhadap proses penyaluran kredit.
b. Koperasi harus memiliki
prosedur pengelolaan penanganan kredit bermasalah termasuk sistem deteksi
kredit bermasalah secara tertulis dan menerapkannya secara efektif. Apabila
koperasi memiliki kredit bermasalah yang cukup signifikan, koperasi harus
memisahkan fungsi penyelesaian kredit bermasalah tersebut dengan fungsi yang
memutuskan penyaluran kredit.
3.2.2 Kredit Bermasalah
a. Pengertian Kredit Bermasalah
Berdasarkan
Surat Edaran Koperasi Indonesia No.12/11/DPNP/2010 bahwa kredit bermasalah
adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet. Penyebab
kredit bermasalah menurut (Arthesa, 2006) penyebab kredit bermasalah pada
umumnya adalah: pihak debitur (nasabah peminjam); pihak koperasi; pihak lain
nya
b.
Penanganan Kredit Bermasalah
Menurut
Kasmir (2010) langkah- langkah penyelamatan kredit bermasalah dapat dilakukan
dengan beberapa metode, yaitu:
1. Penjadwalan kembali (reschelduling), yaitu suatu tindakan
yang diambil dengan cara memperpanjang jangka waktu kredit atau angsuran. Dalam
hal ini debitur diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu pembayaran
kredit.
2. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu koperasi merubah
berbagai persyaratan yang telah disepakati sebelumnya.
3. Penataan kembali (restructuring), merupakan tindakan
koperasi kepada nasabah dengan cara menambah modal nasabah dengan pertimbangan
nasabah memang membutuhkan tambahan dana dan usaha yang dibiayai memang masih
layak.
4. Kombinasi, merupakan
cara penyelesaian kredit macet dengan cara mengkombinasikan metode rescheduling, reconditioning, dan
restructuring.
5. Penyitaan jaminan,
merupakan jalan terakhir apabila nasabah
sudah benar- benar sudah tidak mempunyai iktikad atau sudah tidak mampu lagi untuk membayar
semua hutangnya.
3.3
Metode yang digunakan
Metode adalah suatu cara yang harus
dilalui setiap orang yang akan melakukan penelitian. Hal ini bertujuan untuk
mengarahkan dan mencari serta menemukan kebenaran ilmiah yang sifatnya
terperinci dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan tidak menyimpang
dari perumusan masalah. Pada laporan ini, pendekatan yang digunakan dengan
menggunakan metode pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis adalah suatu
pendekatan yang berusaha meneliti hal-hal yang berkaitan dengan hukum, baik
hokum formil dan non formil. Pendekatan yang dimaksud adalah bahwa pendekatan
itu ditinjau dari sudut peraturan. (Soekanto dan Mamuji, 1985). Pendekatan
empiris yaitu pendekatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan empiris
tentang hubungan dan pengaruh hukum terhadap masyarakat dengan jalan melakukan
penelitian atau terjun langsung kedalam masyarakat atau lapangan untuk
mengumpulkan data yang obyektif. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan
metode yuridis empiris yaitu suatu metode pendekatan yang menekankan pada
teori-teori hukum dan aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan
yang diteliti dan kemudian dihubungkan dengan kenyataan yang terjadi dan faktor
apa saja yang terjadi di masyarakat.
3.3
Rancangan Program yang akan dilakukan
Dari permasalahan yang terjadi, penulis melihat ada beberapa cara
untuk menerapakan manajemen resiko dalam mengoptimalisasikan kualitas kredit untuk meminimalisir
kredit bermasalah, berikut program yang akan dibuat
adalah sebagai berikut :
3.3.1
Program 1
Program
seleksi usaha yang diidentifikasikan sebagai usaha yang produktif. Hal ini
disebabkan oleh banyak usaha-usaha yang muncul hanya berdasarkan trend yang sedang terjadi. Hal tersebut
merupakan sebuah usaha yang baru terbentuk dan mengalami ketidakstabilan bisnis
yang berisiko. Maka dari itu, program ini dibuat agar proses analisa kelayakan
usaha bisa semakin selektif dalam memberikan kredit kepada usaha yang
benar-benar produktif. Hal ini juga akan berdampak pada kelancaran angsuran
kredit sehingga kredi bermasalah dapat di minimalisir semaksimal mungkin.
Kriteria usaha yang produktif, pada hal ini adalah sebagai berikut :
1. laba kotor perhari mencapai kurang
lebih Rp. 500.000,- per hari
2. Mempunyai pelanggan tetap
3. Mempunyai area pemasaran dagang yang
cukup
4. Tingkat pengeluaran dan pendapatan
yang rasional
5. Jauh dari daerah yang tedapat
nasabah kredit bermasalah
6. Punya citra yang bagus di
lingkungannya
7. Konsisten dengan bisnisnya dan
minimal bisnis tersebut sudah berjalan selama setahun
8. Produk tersedia di lokasi usaha dan
memcukupi pesanan.
9. Usaha yang diajalan berbentuk real produk
Penilaian
atau analisis kredit adalah suatu kegiatan analisa/penilaian berkas/data dan
juga berbagai aspek yang mendukung yang diajukan oleh pemohon kredit, sebagai
dasar pertimbangan pengambilan keputusan apakah permohonan kredit tersebut
diterima atau ditolak. Berdasarkan hal tersebut program ini harus selalu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
●
Keamanan kredit (safety),
artinya harus benar-benar diyakini bahwa kredit tersebut dapat dilunasi
kembali.
●
Terarahnya tujuan penggunaan kredit (suitability), yaitu bahwa kredit akan digunakan untuk tujuan yang
sejalan dengan kepentingan masyarakat/sekurang-kurangnya tidak bertentangan
dengan peraturan yang berlaku.
Program
analisa kredit ini memiliki arti penting
bagi koperasi. Hal ini akan memiliki jaminan yang memadai selama kredit
diberikan dan sebagai alat informasi yang diperlukan untuk evaluasi kredit.
Dalam menilai atau menganalisis suatu permohonan kredit perlu dibahas berbagai
aspek yang menyangkut keadaan usaha pemohon kredit.
Program
ini pada dasarnya adalah untuk menganalisis apakah pemohon memenuhi Prinsip 5C
atau tidak yang kemudian menjadi pertimbangan koperasi untuk menentukan
kelayakan pemohon kredit memperoleh kredit atau tidak, dengan perkataan lain
apakah permohonan kredit tersebut feasible
dalam arti andaikata kredit diberikan, maka usahanya akan berkembang baik dan
mampu mengembalikan kredit dalam jangka waktu yang wajar.
Permohonan
yang dilakukan oleh calon debitur bisa dengan cara datang langsung dan
mengajukan pinjaman secara langsung. Sedangkan pihak pemberi pinjaman akan
memberikan formulir yang harus diisi oleh calon debitur dan sejumlah
persyaratan yang harus dilengkapi oleh pemohon pinjaman.
Tahapan Program 1 :
●
Pengumpulan berkas : Semua berkas dan biodata calon debitur
dikumpulkan dan diteliti apakah ada yang masih kurang atau tidak. Berkas
tersebut harus sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pihak pemberi pinjaman.
●
Pengamatan jaminan : Jaminan juga menjadi bagian penting dari
analisa kelayakan kredit, Jaminan harus disesuaikan dengan besarnya pinjaman
yang diajukan oleh calon debitur. Pihak pemberi pinjaman harus mengetahui pasar
terkini untuk menafsirkan harga jaminan jika suatu saat dicairkan ketika
terjadi kemacetan kredit oleh nasabah. Jaminan yang umum diberikan kepada pihak
pemberi pinjaman diantaranya adalah BPKB baik sepeda motor maupun mobil serta
sertifikat tanah dan bangunan.
●
Untuk menganalisa kelayakan kredit yang diajukan calon debitur ,
tahap selanjutnya adalah pengamatan dan penelitian yang didasarkan pada prinsip
5C.
Prinsip 5C tersebut meliputi hal –
hal berikut ini dalam menganalisa kelayakan kreditb yang diajukan calon
debitur:
a. Character
Merupakan
keadaan watak dari nasabah, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam
lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian terhadap karakter ini adalah untuk
mengetahui sampai sejauh mana kemauan debitur untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay) sesuai dengan
perjanjian yang telah ditetapkan. Sebagai alat untuk memperoleh gambaran
tentang karakter dari calon debitur tersebut, dapat ditempuh melalui upaya
antara lain:
o
Meneliti riwayat hidup calon debitur;
o
Meneliti reputasi calon debitur tersebut di lingkungan usahanya;
o
Meminta bank to bank
information (Sistem Informasi Debitur);
o
Mencari informasi kepada asosiasi-asosiasi usaha dimana calon
debitur berada;
o
Mencari informasi apakah calon debitur suka berjudi;
o
Mencari informasi apakah calon debitur tersebut sering melakukan
pemborosan
b. Capital
Capital
merupakan jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur. Semakin
besar modal sendiri dalam perusahaan, maka semakin tinggi kesungguhan calon
debitur dalam menjalankan usahanya dan pihak pemberi pinjaman akan merasa lebih
yakin dalam memberikan kredit. Modal sendiri juga diperlukan sebagai alat
kesungguhan dan tangung jawab debitur dalam menjalankan usahanya karena debitur
ikut serta menanggung resiko terhadap gagalnya usaha. Dalam
prakteknya,Kemampuan capital ini dimanifestasikan dalam bentuk kewajiban untuk
menyediakan self-financing, yang sebaiknya jumlahnya lebih besar daripada
kredit yang diminta.
c. Capacity
Merupakan
kemampuan yang dimiliki calon debitur dalam menjalankan usaha guna memperoleh
laba yang diharapkan. Kegunaan dari penilaian ini adalah untuk mengetahui
sampai sejauh mana calon debitur mampu untuk mengembalikan atau melunasi
utang-utangnya secara tepat waktu dari usaha yang diperolehnya. Pengukuran
capacity tersebut dapat dilakukan melalui berbagaipendekatan berikut ini:
o
Pendekatan historis, yaitu menilai past performance debitur, apakah menunjukkan perkembangan dari
waktu ke waktu
o
Pendekatan finansial,
yaitu menilai latar belakang pendidikan para pengurus
o
Pendekatan yuridis, yaitu secara yuridis apakah calon debitur
mempunyai kapasitas untuk mewakili badan usaha untuk mengadakan perjanjian
kredit
o
Pendekatan manajerial, yaitu menilai sejauh mana kemampuan dan
keterampilan debitur melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam memimpin
perusahaan.
o
Pendekatan teknis, yaitu untuk menilai sejauh mana kemampuan calon
debitur mengelola faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, sumber bahan
baku, peralatan-peralatan,
administrasi dan keuangan, industrial relation sampai pada kemampuan
merebut pasar.
d. Condition
Yaitu
situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya yang mempengaruhi keadaan
perekonomian yang dapat mempengaruhi kelancaran usaha calon debitur. Untuk
mendapat gambaran mengenai hal tersebut, perlu diadakan penelitian mengenai
hal-hal antara lain:
o
Keadaan konjungtur
o
Peraturan-peraturan pemerintah
o
Situasi, politik dan perekonomian dunia
o
Keadaan lain yang mempengaruhi pemasaran
e. Collateral
Merupakan
barang-barang yang diserahkan oleh debitur sebagai agunan terhadap kredit yang
diterimanya. Collateral tersebut
harus dinilai oleh pihak pemberi pinjaman untuk mengetahui sejauh mana resiko
kewajiban finansial debitur. Pada hakikatnya bentuk collateral tidak hanya berbentuk kebendaan tetapi juga collateral
yang tidak berwujud seperti jaminan pribadi (borgtocht), letter of
guarantee, letter of comfort, rekomendasi dan avalis.
3.3.2
Program
2
Kredit Harian Tanpa Bunga (KHTB) merupakan Kredit yang diperuntukkan bagi kelompok usaha mikro yang
membutuhkan dana maksimal hanya Rp. 3.000.000,-. Tersedia dalam jangka waktu 40
hari dan debitur hanya di pungut biaya administrasi dengan angsuran tanpa bunga.
Saat ini
koperasi hanya memberikan planfon kredit dengan batas limit Rp 3.000.000,-
jangka waktu 40 hari. Program yang ke 2 adalah menaikkan batas limit kredit
menjadi Rp 4.000.000,- dengan jangka waktu 40 hari. Kredit ini diberikan dengan
tanpa jaminan apapun. Hal ini untuk mempermudah proses pemberian kredit untuk
nasabah yang terkategorikan unbankable.
Banyak pelaku usaha mikro yang tak tersentuh bank karna proses pengajuan yang
dirasa memberatkan mereka. Sementara mereka mempunyai kapasitas bisnis yang
layak untuk di beri stimulasi dana untuk perkembangan usaha mereka. Dengan menaikkan limit pinjaman dapat
membantu perputaran modal usaha semakin meningkat, sehingga omset punakan
meningkat.
Pinjaman
tanpa jaminan maksimal diberikan Rp. 4.000.000,- dalam jangka 40 hari.
Sementara itu, untuk pinjaman > Rp. 4.000.000,- sampai Rp. 10.000.000,-
dengan jangka waktu 40 hari, nasabah diwajibkan menyerahkan jaminan berupa BPKB
atau Sertifikat Rumah. Dengan hanya dibebankan
biaya administrasi sebesar 6% dari jumlah plafon yang dicairkan tanpa
ada bunga untuk setiap angsuran.
Selama 40
hari, nasabah di wajibkan untuk membayar angsuran kredit tanpa ada hari libur
tanpa keterlambatan pembayaran. Keterlambatan pembayaran akan berakibat pada
penurunan plafon pada pinjaman berikutnya. Hal ini bahkan akan menjadi
pemutusan kerja sama untuk pemberian kredit pada nasabah yang terindikasi akan
bermasalah. Jangka waktu yang pendek akan membuat perputaran modal mereka akan
lebih cepat bergerak. Sehingga akan berdampak pada perkembangan usaha mereka.
Jika mereka meminjam setiap bulan Rp.
3.000.000,- berarti dalam setahun
ekulivalen mencapai Rp. 36.000.000,- setahun dan pinjaman tersebut selesai
dalam jangka 40 hari.
3.3.2
Program 3
Program
yang terakhir adalah program pendekatan dan pembinaan terhadap nasabah yang
bermasalah secara intensif agar dapat menyelesaikan perjanjian kredit dengan
baik. Hal ini dilakukan dengan kunjungan secara langsung kepada UMKM tersebut.
Setelah itu identifikasi masalah yang dihadapi nasabah dan memberikan solusi
pembayaran sesuai kemampuan nasabah.
Proses pemantauan (monitoring)
debitur merupakan rangkaian aktivitas untuk mengetahui dan memonitoring
perkembangan proses pemberian kredit, perjalanan kredit, dan perkembangan usaha
sejak kredit diberikan sampai lunas. Intensitas pemantauan kredit ditentukan
oleh kualitas kredit, di mana kualitas kredit akan menentukan intensitas
pemantauannya, dengan ruang lingkup dan/atau dengan melakukan beberapa aktivitas,
sebagai berikut.
a. Pemantauan terhadap
pelaksanaan pemberian kredit.
b. Pemantauan terhadap
kelengkapan dokumen dan administrasi kredit.
c. Pemantauan perkembangan
usaha debitur.
d. Pemantauan terhadap
hasil prestasi (penggunaan kredit, riwayat pembayaran, dan hasil prestasi
keuangan).
e. Pemantauan terhadap
barang jaminan (nilai jaminan dan kesempurnaan jaminan).
Sementara itu, proses pemantauan kredit dapat dilakukan dengan
beberapa cara berikut:
On desk, yaitu dengan melakukan:
a. Verifikasi terhadap
semua file dokumen kredit nasabah, dalam hal ada atau tidaknya penundaan atas
pemenuhan persyaratan;
b. Penelitian dan
verifikasi atas kekurangan-kekurangan yang ditemukan;
c. Identifikasi terhadap
masalah-masalah potensial dalam pengadaan kas (cash generation);
d. Deteksi terhadap
kecenderungan memburuknya kondisi keuangan nasabah;
e. Penilaian terhadap
kesediaan nasabah dalam memenuhi kewajiban keuangannya.
On site, yaitu dengan melakukan kunjungan lokasi fisik, pemantauan
dilaksanakan dengan melihat kondisi di lapangan yang meliputi aspek usaha,
jaminan kemajuan proyek, mendeteksi permasalahan nasabah dalam menjalankan
bisnisnya, menilai kemampuan manajemen nasabah, dan hal-hal lain yang
diperlukan untuk dicek secara fisik.
Trade checking, pemantauan kondisi usaha debitur dengan
memanfaatkan informasi yang berasal dari supplier, distributor, pesaing,
asosiasi industri, atau partner bisnis yang lainnya.
Credit checking, pemantauan kredit dengan memanfaatkan informasi
yang berkaitan dengan kelancaran utang piutang baik untuk fasilitas yang
diberikan oleh bank maupun bank lain.
Antisipasi Dini (Early
Warning Signal), merupakan tindakan pemantauan secara dini terhadap kredit
kolektibilitas lancar dan dalam perhatian khusus, dengan tujuan untuk memberikan
early warning signal atas
gejala-gejala yang dapat mempengaruhi tingkat kolektibilitas debitur sehingga
dapat segera dilakukan tindakan preventif untuk mencegah terjadinya penurunan
kolektibilitas. Gejala-gejala memburuknya keadaan debitur yang dapat berdampak
negatif terhadap pemenuhan kewajiban debitur dapat dideteksi, antara lain
melalui:
a. Aktivitas rekening
debitur yang menurun terus dan cenderung menjadi pasif;
b. Terdapat tunggakan
kewajiban, baik berupa pokok, angsuran, atau bunga yang belum diselesaikan atau
tunggakan tersebut terjadi berulang kali;
c. Terdapat informasi
negatif tentang debitur berdasarkan hasil on
desk monitoring, on call monitoring, credit checking, dan informasi dari
pihak ketiga, antara lain mengenai reputasi yang menurun dan ketidakmampuan
memenuhi kewajiban keuangan.
Mengenai gejala-gejala yang mengindikasi bahwa terjadi penurunan
kualitas kredit, bank harus menindaklanjutinya, antara lain dengan cara:
a. Menghubungi debitur
untuk menyusun action plan guna mencegah penurunan kualitas;
b. Melakukan rescheduling atau restrukturisasi awal.
Annual review credit,
review
terhadap kredit dilaksanakan setiap tahun sebelum jatuh tempo kredit.
Berdasarkan hasil review, koperasi
dapat menentukan apakah kredit dapat diperpanjang ataukah harus dilunasi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penerapan manajemen risiko kredit
Pada bagian ini akan
dijelaskan mengenai hasil dari penerapan manajemen risiko kredit pada Koperasi
Bina Mandiri Sejahtera (KBMS) yang berjalan selama praktik kerja dengan tujuan
meningkatkan kualitas kredit dan meminimalisir kredit bermasalah. Hasil
penerapan manajemen resiko yang berjalan adalah sebagai berikut:
1. Pengawasan aktif
Badan Pengurus telah melakukan pengawasan dengan baik dengan cara mendukung
standar pemberian kredit yang sehat. Dalam hal ini Badan Pengawas melakukan
pengawasan dengan cara mengarahkan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan
kebijakan strategis, mengevaluasi dan memutuskan permohonan atas usulan badan
pengurus yang berkaitan dengan kegiatan operasional koperasi.
2. Manajer koperasi
telah melaksanakan pengawasan dengan baik dengan cara melakukan pengawasan
kredit pada saat kredit diajukan, kredit direalisasi, dan setelah dilakukan
realisasi kredit.
3. Kebijakan, prosedur,
dan penetapan limit Koperasi Bina Mandiri Sejahtera (KBMS) telah memberikan
kredit yang sehat dengan melalui proses mulai dari penerimaan permohonan
kredit, proses analisis kredit, dan proses realisasi kredit. KBMS juga telah
melakukan pemisahan fungsi dan wewenang pada beberapa tahapan/proses penyaluran
kredit tersebut. Proses permohonan dilayani oleh bagian Administrasi Kredit
(ADK), selanjutnya tahap analisis kredit dilakukan oleh bagian Account Officer (AO), bagian putusan
kredit dilakukan oleh Manajer, dan pada tahapan realisasi kredit dilakukan oleh
bagian Administrasi Kredit (ADK). Semua fungsi tersebut telah dilakukan dengan
baik, namun masih terdapat perangkapan tugas pada bagian supervisi kredit dan
penanganan kredit bermasalah.
4. Proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, pengendalian kredit, dan sistem informasi manajemen
risiko kredit
a. Identifikasi Risiko
kredit KBMS melakukan identifikasi risiko kredit dengan cara menganalisis
laporan keuangan debitur. Identifikasi risiko kredit tersebut dilakukan dengan
tujuan untuk menilai kemampuan nasabah dalam mengembalikan kewajiban
b. Pengukuran risiko
kredit pengukuran risiko kredit pada KBMS dengan cara melakukan penilai
terhadap calon debitur / nasabah melalui 2 aspek, yaitu aspek kualitatif dan
aspek kuantitatif.
c. Pemantauan risiko
kredit pemantauan risiko kredit dilakukan oleh bagian Accoun Officer (AO) dengan cara melakukan kunjungan langsung atau on the spot terhadap lokasi usaha calon
debitur.
Sistem Pengendalian Intern
KBMS telah melakukan pengendalian intern dengan
cara audit melakukan kaji ulang atau evaluasi terhadap pinjaman yang diberikan
kepada debitur yang terbagi dalam beberapa tahap proses kredit, yaitu tahap
permohonan kredit, tahap analisis kredit, tahap realisasi kredit, serta tahap
pengembalian kredit. KBMS beberapa tindakan penyelamatan kredit sebagai usaha
dalam mengatasi terjadinya penunggakan pembayaran kredit atau kredit
bermasalah, berupa:
1. Restructuring atau Penataan kembali, dengan cara menambahkan jumlah
kredit atau penambahan modal terhadap usaha debitur tetapi dengan syarat
sebagai berikut:
a. Usaha debitur masih
ada dan mempunyai prospek baik kedepannya.
b. Debitur mempunyai
itikad baik dalam melakukan pembayaran kewajibannya pada bank.
3. Rescheduling atau penjadwalan kembali KBMS. Hal ini memberikan
keringanan kepada debitur yang melakukan penunggakan pembayaran yaitu dengan
cara memberikan perpanjangan jangka waktu untuk pembayaran kredit debitur
tersebut. Keringanan tersebut diberikan pihak bank dengan syarat melakukan
perjanjian dan negoisasi terlebih dahulu antara debitur dengan koperasi.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Dampak program 1
Pada program ini pihak
koperasi telah menerapkan manajemen resiko kredit pada proses penyaluran kredit
UMKM. Berdasarkan hal tersebut, koperasi menjadi lebih selektif dalam memilih
calon debitur dan tertib dalam menerapkan prinsip pemberian dan penyaluran kredit.
Penerapan manajemen resiko kredit ini memiliki dampak yang baik pada
keberlangsungan usaha koperasi dalam mengelola resiko kredit, Selain itu,
penerapan manajemen resiko kredit dapat meminimalisir potensi kerugian dan
menningkatkan kualitas kredit yang baik
sesuai yang diharapkan koperasi. Berdasarkan hal tersebut koperasi mampu
menerapkan manajemen resiko kredit dengan baik dan mempengaruhi kredit dengan
kualitas yang maksimal.
4.2.2 Dampak program 2
Program 2 merupakan program yang
menaikan angka limit pinjaman pada Kredit Harian Tanpa Bunga (KHTB).
Berdasarkan hal tersebut, peningkatan limit pinjaman kredit dinilai sangat
bermanfaat bagi pelaku UMKM. Hal ini juga berpengaruh pada pendapatan pengusaha
Usaha Mikro Kecil Menegah (UMKM) yang terus meningkat. Kredit tersebut
digunakan untuk menambah barang - barang baku atau bahan modal sehingga dapat
menghasilkan pendapatan yang lebih baik. Kredit yang disalurkan KBMS memiliki
dampak dalam meningkatkan modal usaha untuk Usaha Mikro dan Kecil (UMKM). Hal
ini akan berpengaruh juga pada pendapatan UMKM.
4.2.3 Dampak program 3
Pada program ini bertujuan dalam menangani kredit yang sudah bermasalah. Penyebab utama dari kredit bermasalah bisa saja karena kesalahan dari pihak bank yang kurang tajam dalam menganalisis latar belakang calon nasabah, sehingga maksud dan tujuan serta sumber pembayaran kembali kredit yang diberikan tidak dapat diketahui secara jelas. Rendah nya tingkat pendidikan nasabah yang menerima kredit, serta kurang adanya komunikasi yang terbuka antara nasabah dengan bank juga dapat menyebabkan terjadinya kredit bermasalah. Penyehatan kredit bermasalah yang dilakukan oleh KBMS dapat dilakukan dengan cara kombinasi yaitu dengan cara memberi surat tunggakan dan surat peringatan kepada debitur, memberikan keringanan pembayaran bunga dan tunggakan pokok, serta mendesak debitur untuk menjual agunan. Berdasarkan hal itu, program ini memiliki dampak yang baik dan jumlah nasabah yang mengalami kredit bermasalah menjadi berkurang.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Koperasi
Bina Mandiri Sejahtera (KBMS) merupakan koperasi yang bergerak dibidang
keuangan yang memberikan pinjaman dalam bentuk kredit, dengan tujuan untuk
membantu masyarakat yang berada disekitar kota Bandar lampung. KBMS berfokus
pada kredit untuk UMKM dan dalam penyalurannya masih terdapat masalah. Penyebab
utama dari kredit bermasalah dikarenakan kesalahan dari manajemen resiko kredit
yang kurang tajam dalam menganalisis latar belakang calon nasabah, sehingga
maksud dan tujuan serta sumber pembayaran kembali kredit yang diberikan tidak
dapat diketahui secara jelas. Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan penerapan
manajemen resiko kredit dalam upaya meningkatkan kualitas kredit dan mampu
meminimalisir kredit bermasalah. Dari laporan ini dapat disimpulkan bahwa
penerapan manajemen resiko yang dilakukan KBMS sudah berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya
kredit bermasalah yang terselesaikan dan jumlah nasabah yang terus meningkat seiring dengan kualitas kredit yang
membaik.
5.2 Saran
Dengan
adanya program kerja praktek ini diharapkan terjadi hubungan kerjasama yang
baik antara pihak perguruan Tinggi Institut Informatika dan Bisnis Darmajaya
dengan perusahaan atau instansi tempat pelaksanaan Kerja praktek di Koperasi
Bina Mandiri Sejahtera Lampung (KBMS). Dalam penempatan para mahasiswa yang
melaksanakan Kerja Praktek, hendaknya mempertimbangkan bidang yang sesuai
dengan jurusan, sehingga mahasiswa dapat mengembangkan ilmu yang dimiliki juga
dapat menambah pengetahuan. Bagi pegawai, dapat memperkenalkan program aplikasi
apa saja yang digunakan pada perusahaan, agar mahasiswa yang melaksanakan Kerja
praktek dapat memahaminya. Karena kredit bermasalah kebanyakan berhubungan
dengan watak atau kepribadian debitur yang tidak baik, maka pihak koperasi
perlu mengetahui dan memahami nilai-nilai lokal yang hidup di tengah-tengah
masyarakat dimana debitur tersebut berasal.
DAFTAR PUSTAKA
Arthesa,
Ade dan Edia Handiman. 2006. Bank &
Lembaga Keuangan Bukan Bank. Jakarta: Indeks Kelompok Gramedia.
Abdullah,
T. (2014). Bank dan Lembaga Keuangan.
Asliana,
E., & Dewi, D. N. (2019, May). Perpektif Perbankan Tentang Keputusan
Pendanaan Modal Kerja Bagi UMKM. In Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Pertanian (Vol. 2018).
Bintari,
R., Dzulkirom, M., & Husaini, A. (2013). Analisis Sistem dan Prosedur
Pemberian Kredit Modal Kerja Dalam Upaya Mendukung Pengendalian Kredit (Studi
Pada Koperasi Bank Perkreditan Rakyat Ngadirojo Pacitan). Jurnal Administrasi Bisnis, 2(2), 137-146.
Departemen Koperasi Pembinaan Pengusaha Kecil, R.I. 1993, Pelatihan Perkoperasian Bagi Pengurus
Koperasi / KUD, Jakarta.
Departemen
Pengembangan UMKM, Bank Indonesia. 2018. Laporan
Perkembangan UMKM Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Hasibuan,
H. K., Utami, A. A., & Umam, K. (2019). Implementasi Manajemen Risiko Untuk
Kredit Macet Konsumtif Di Bank Mandiri Kantor Cabang Jakarta Mampang
Prapatan. RELASI: JURNAL EKONOMI, 15(2), 277-292.
Inayah,
N., Kirya, I. K., & Suwendra, I. W. (2014). Pengaruh Kredit Modal Kerja
terhadap Pendapatan Bersih Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Sektor Formal. Jurnal Jurusan Manajemen, 2(1).
Juniantara,
I. W., & Riana, I. G. (2015). Pengaruh motivasi dan kepuasan kerja terhadap
kinerja karyawan koperasi di Denpasar. E-Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
Jauhari,
J. (2014). Upaya pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) dengan
memanfaatkan e-commerce. Jurnal
Sistem Informasi, 2(1).
Kasmir.
2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kasmir.
2010. Manajemen Perbankan. Edisi
Revisi 9. Jakarta: Rajawali Pers.
Rivai,
Veithzal dan Andria Permata Veithzal. 2010. Credit
Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis
Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ritonga dan Yoga Firdaus. 2003. Pelajaran Ekonomi Jilid 2 untuk SMU Kelas 2. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Siregar,
H. O., & Fajri, F. A. (2019). Pengaruh Penerapan Manajemen Resiko Terhadap
Fleksibilitas Pada Bank Umum Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
2013-2017. EBBANK, 9(2), 51-62.
Soekanto, Soerjono., & Mamuji, Sri. (1985). Penelitian Hukum Normatif. Jakarta:
Rajawali Press.
Sarwoko,
E. (2009). Analisis Peranan Koperasi Simpan Pinjam/unit Simpan Pinjam dalam
Upaya Pengembangan UMKM di Kabupaten Malang. Jurnal Ekonomi Modernisasi, 5(3), 172-188.
Sari,
Maya. (2019). Pengaruh Pembiayaan Mudharabah
Terhadap Perkembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (Umkm) Bmt Sepakat Tanjung
Karat Barat.
Fakultas Ekonomi Dan Binis Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Panjaitan,
S. I. (2019). Peran Pemberdayaan Dinas Koperasi dan UMKM Dalam Pengembangan
Usaha Mikro Kecil Menengah Kota Medan (Studi pada Dinas Koperasi dan UMKM Kota
Medan).
Wiwoho,
J. (2014). Peran lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank dalam
memberikan Distribusi keadilan bagi masyarakat. Masalah-Masalah Hukum, 43(1),
87-97.
Widayati,
R., & Mendari, W. E. (2019). Upaya Penanganan Kredit Bermasalah Pada Bank
Nagari Cabang Utama Padang.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992,
Tentang Perkoperasian.
2017.
Dinas Koperasi dan UMKM provinsi Lampung. Perkembangan
Koperasi dan UMKM provinsi Lampung. Bandar Lampung.
LAMPIRAN
0 comments: